oleh

HIV pada Ibu Rumah Tangga, Hoax atau Fakta ?

-Opini, dibaca 1156 x

Penulis:

Anita Riantina, SKM., Shelly Juliska, S.Kep,Ns., dr. Gabriella Mariza A (Mahasiswa Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya) dan Irma Tiara Rizki, SKM (Dinas Kesehatan Provinsi Sumsel)

 
Ada banyak kisah terkait infeksi HIV/AIDS pada ibu rumah tangga di berbagai platform berita. Salah satu kisah berasal dari ibu rumah tangga yang bernama “Mawar” (bukan nama sebenarnya).
 
Mawar tertular HIV/ AIDS dari suami pertamanya yang terlebih dahulu positif HIV akibat penggunaan narkoba dengan jarum suntik. Mawar sempat ingin bunuh diri ketika menerima fakta bahwa dirinya terinfeksi HIV padahal dirinya tidak pernah melakukan hubungan seksual selain dengan suaminya. Selain itu, stigma negatif yang datang dari masyarakat semakin membuat Mawar tertekan dan putus asa. Akan tetapi kasih sayang dan rasa khawatir kepada anaknya membuat Mawar berusaha menguatkan diri dan bertahan hingga saat ini Mawar dipertemukan dengan suaminya saat ini yang negatif HIV yang mau menerima Mawar apa adanya dan terus memberikan motivasi kepada dirinya untuk terus rutin meminum obat.
 
Ketika mendengar kata HIV/ AIDS, hal pertama yang biasanya melintas dalam benak kita adalah suatu penyakit mematikan akibat perilaku yang menyimpang dari aturan, entah itu seks bebas, pengguna narkoba, homoseksual, waria maupun wanita pekerja seks komersial (WPS). Akan tetapi, saat ini kita dihadapkan pada banyaknya berita terkait ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV. Suatu hal yang mungkin tidak pernah kita duga mengingat sosok ibu rumah tangga merupakan sosok yang sangat lekat dengan sosok ideal yang mampu menghadirkan “surga” didalam rumah tangga dan memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk terinfeksi HIV.
 
HOAX atau Fakta: HIV Hanya Terjadi pada Kelompok Risiko Tinggi?
 
Siapa saja bisa terinfeksi virus HIV tanpa memandang status, jenis kelamin, umur maupun ras atau suku tertentu yang dapat ditransmisikan melalui hubungan seksual yang tidak aman. Walaupun demikian, penyakit ini utamanya memiliki risiko yang lebih tinggi pada kelompok tertentu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa kelompok risiko tinggi untuk terinfeksi HIV/AIDS antara lain LSL, transgender, pengguna narkoba suntik, WPS, heteroseksual, homoseksual/biseksual, bertato, penerima transfusi darah/transplantasi organ, petugas kesehatan, bayi dan juga ibu rumah tangga.
 
Walaupun sulit untuk menerima fakta bahwa saat ini kelompok dengan risiko paling rentan terhadap HIV/AIDS berasal dari kelompok ibu rumah tangga, akan tetapi, Kementerian Kesehatan RI mencatat sebanyak 35% ibu rumah tangga di Indonesia terinfeksi HIV / AIDS pada tahun 2023 dan sekitar 5.100 ibu rumah tangga terinfeksi HIV/AIDS setiap tahunnya dimana jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan kasus HIV/ AIDS pada kelompok yang berisiko lainnya seperti WPS dan LSL. 
 
Tren ini juga terjadi di Provinsi Sumatera Selatan dimana pada tahun 2023, tercatat 84 ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV / AIDS (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 2023). Hal yang perlu ditegaskan adalah, ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV/AIDS ini sendiri mayoritas bukan disebabkan oleh perilaku seks bebas. Dari banyak kasus, diketahui bahwa sumber penularan adalah dari suami yang melakukan seks bebas, homoseksual maupun pengguna narkoba dengan jarum suntik.
 
Permasalahan HIV / AIDS pada ibu rumah tangga menimbulkan tantangan yang kompleks dalam upaya deteksi dini dan penanggulangannya mengingat sosok ibu rumah tangga yang dianggap sebagai istri dan ibu yang baik tidak mungkin memiliki risiko untuk terjangkit HIV/AIDS sehingga tidak menjadi populasi risiko untuk dilakukan skrining HIV/AIDS. Selain itu, budaya dan adat istiadat yang terkadang menimbulkan ketidaksetaraan gender dimana seorang istri harus tunduk dan patuh serta tidak memiliki otonomi untuk mengambil keputusan, menjadi alasan seorang ibu rumah tangga tidak melakukan skrining HIV karena tidak mendapat izin dari suami. 
 
HOAX atau FAKTA: Semua Anak yang Lahir dari Ibu HIV Pasti Positif HIV 
 
Seorang ibu dengan HIV positif bisa menularkan virus HIV kepada bayi baik pada saat hamil maupun saat proses persalinan. Akan tetapi, hal itu bisa dicegah melalui Program Pencegahan Penularan Infeksi  HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) seperti layanan antenatal care (ANC), diagnosis dan skrining HIV pada ibu hamil, pemberian obat antivirus (ARV) pada ibu hamil serta persalinan yang aman. Ibu yang memiliki HIV/AIDS memiliki kemungkinan/peluang yang besar (99,8% ) untuk melahirkan anak negatif HIV melalui perencanaan kehamilan yang baik. Hal ini berarti, kemungkinan bayi mendapatkan  HIV dari ibu hanya sekitar 0,2% saja. 
 
Menurut Kementerian Kesehatan RI, ibu dengan HIV/AIDS yang tidak melakukan perencanaan maupun pemeriksaan kehamilan yang baik memiliki kemungkinan untuk melahirkan bayi yang positif HIV sebesar 35-40% . Namun risiko  tersebut dapat diminimalkan hingga 0,1% jika ibu dengan HIV melakukan konsultasi dan minum obat antivirus sejak perencanaan awal kehamilan. Hal senada juga disampaikan oleh pengelola program HIV pada Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan bahwa kejadian HIV pada bayi yang lahir dari ODHIV hanya sekitar 0,4% pada tahun 2023.
 
Ibu dengan HIV yang sedang merencanakan kehamilan diimbau untuk berkonsultasi dan rutin meminum obat antiretroviral  (ARV) setiap hari, sesuai yang resep yang diberikan oleh dokter. Jika hal tersebut dilaksanakan dengan baik, jumlah virus (viral load) dalam darah dapat ditekan sampai pada kadar yang tidak lagi terdeteksi dan nilai CD4 (ukuran kekebalan tubuh) dalam darah juga harus dipastikan diatas 500. Jika dua hal ini tercapai, risiko bayinya tertular HIV dapat diminimalisasi. Selain itu, ibu dengan HIV juga dapat melakukan proses persalinan normal jika nilai CD4 lebih dari 500 dan viral load sudah tidak terdeteksi. Akan tetapi, pada umumnya akan lebih disarankan para ibu dengan HIV untuk melakukan persalinan dengan cara  operasi caesar.
 
Untuk mencegah transmisi HIV dari ibu ke janin, WHO mencanangkan program Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT). Kebijakan ini juga diterapkan di Indonesia  sejak tahun 2004, pada program ini semua biaya pemeriksaan ibu dengan HIV selama kehamilan hingga persalinan diberikan secara gratis. Selain  pendampingan pada ODHA selama masa kehamilan, program ini mewajibkan agar semua ibu hamil mendapatkan skrining HIV/AIDS yang dapat diakses secara cuma - cuma di Puskesmas.  Sayangnya, sampai saat ini belum banyak ibu hamil yang bersedia melakukan tes HIV/AIDS secara sukarela. Untuk itu, perlu peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat, mengingat kenyataan bahwa penularan HIV dari ibu ke anaknya dapat dicegah melalui tatalaksana yang baik mulai dari awal merencanakan kehamilan.
HOAX atau FAKTA: Ibu Rumah Tangga dan Anak dengan HIV Tidak Boleh Hidup Berdampingan di Masyarakat

Penderita AIDS cukup rentan terhadap kemungkinan melakukan bunuh diri karena depresi mental yang dialaminya, dan perlakuan terhadap mereka seringkali bersifat diskriminatif. Ini adalah kondisi yang menyebabkan ODHA kehilangan makna hidup, merasa rendah, tidak berdaya, dan merasa menjadi sampah masyarakat. 
 
Salah satu kelompok yang mengalami kesulitan tersebut adalah ibu rumah tangga yang menderita HIV/AIDS. Para Ibu Rumah Tangga menghadapi masalah dengan pasangannya, anaknya, keluarganya, dan tetangganya. Meskipun mereka menerima fakta bahwa dia adalah ODHA, mereka sulit memaknai hidup karena takut akan stigma dan diksriminasi dari orang-orang disekitar mereka. 
 
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Ilmiah Rehabilitasi Sosial di Temanggung menunjukkan bahwa individu yang memiliki status ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) telah memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang cara menjalani hidup yang lebih baik. Metode yang berbeda digunakan untuk mendukung kehidupan ibu rumah tangga yang menderita HIV/AIDS, yaitu “berusaha dan bekerja sekuat tenaga”, menurut informan P. Sementara  N mengatakan “saya harus menjadi orang yang lebih baik lagi, menjadi lebih jujur, menjadi lebih bahagia, bersyukur, dan menerima cobaan hidup, serta  selalu ikhlas”. Melakukan hal-hal yang positif, bahagia, dan menjaga kesehatan adalah cara untuk memperjuangkan hidup menurut informan F dan informan L.
 
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa, meskipun dalam waktu yang tidak singkat, mereka tidak dapat menolak dan tetap menerima kenyataan bahwa mereka positif HIV. Mereka percaya bahwa hal ini sudah terjadi, tetapi mereka masih memiliki masa depan. Begitu pula dengan temuan peneliti di lapangan, membantu sesama ODHA, terutama anggota baru, adalah contoh bagaimana hal itu bermanfaat bagi orang lain. Hal ini dilakukan karena fakta bahwa orang yang berstatus ODHA masih bisa membantu orang lain. Selain itu, bersyukur kepada Tuhan atas apa yang mereka hadapi saat ini adalah salah satu aspek hidup yang membuat ibu rumah tangga dengan HIV/AIDS tetap dapat menikmati kehidupannya.
 
Dengan situasi saat ini, kami berharap program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS pada ibu rumah tangga dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Kami juga berharap masyarakat tidak lagi menganggap ODHA sebagai pendosa karena banyak di antara mereka adalah korban. Mari kita hentikan stigma negatif terhadap ODHA. Ingatlah untuk menghindari penyakitnya, bukan individunya.
 
Referensi:
1. Kementerian Kesehatan RI. 2023. “Kasus HIV dan Sifilis Meningkat, Penularan Didominasi Ibu Rumah Tangga.” Diakses pada 15 Februari 2024 dari https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230508/5742944/kasus-hiv-dan-sifilis-meningkat-penularan-didominasi-rumah-tangga/

2. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.2023. Laporan Capaian Program HIV/AIDS Tahun 2023. DINKES PROV SUMSEL

3. Jurnal Ilmiah Rehabilitasi Sosial Vol. 03 No.02, Desember 2021

4. dr. Endah Setyaningsih, dkk. 2022. “Upaya preventif dan Promotif dalam Pencegahan Penularan HIV AIDS pada Anak”. Diakses pada 19 Februari 224 dari https://rs.ui.ac.id/umum/berita-artikel/artikel-populer/upaya-preventif-dan-promotif-dalam-pencegahan-penularan-hiv-aids-pada-anak
 
Sertifikat
Sertifikat kampung English
Piagam 3

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Komentar

0 comments