oleh

Terkait Sengketa Lahan di Desa Keban Agung, Berikut Lima Pernyataan Warga

LAJU SUMSEL, MUARA ENIM -- Tim 9 kembali menggelar pertemuan dengan warga masyarakat yang mewakili lebih kurang 400 KK, yang merupakan pemilik lahan kaplingan maupun kebun di Ataran Air kiahan kecil, Air Cangkah Kiahan, Batu Duahe, dan Pelawi, Desa Keban Agung kecamatan Lawang Kidul, Jum'at (27/5/2022).

Ketua Tim 9, Yusnandar, menyampaikan beberapa hal terkait hasil dari pertemuan tersebut:
 
1. Bahwa daerah lokasi di atas adalah hak milik masyarakat banyak karena sudah dikaplingi dengan alasan hak SPPH yang ditanda tangani Camat dan ada Akta Notaris, hal ini sesuai dengan UU No. 5 tahun 1960, pokok-pokok Agraria.
 
2. Bahwa tanah masyarakat yang dimaksud sejak zaman dahulu sekitar tahun 1980 sampai sekarang tahun 2022 belum pernah dibebaskan oleh PT. BSP maupun PT. BA dan tidak ada sengketa maupun komplain dari siapapun.
 
3. Bahwa secara tiba-tiba tanah kaplingan dan tanah bekas kebun dimaksud, diclearing yang diduga dilakukan PT. BSP beberapa waktu lalu sehingga ada bebarapa tanam tumbuh yang mati dan hilang.
 
4. Bahwa tindakan yang dilakukan PT. BSP tanpa pemberitahuan ke masyarakat atau Pemerintah Daerah terindikasi melanggar hukum.
 
5. Bahwa atas kejadian dimaksud, masyarakat melalui perwakilan sudah melapor ke pihak pemerintah desa, Kecamatan sehingga pihak Kecamatan Lawang Kidul sudah mèminta PT. BSP dan PT. BA untuk menyelesaikan masalah dengan mengadakan mediasi melalui surat No. 300/108/I/2022, tanggal 1 April 2022, namun dijawab secara lisan mediasi akan dilaksanakan sesudah lebaran tahun ini, namun sampai sekarang belum ada jawaban kepastian dari pihak PT. BSP kapan akan diadakan pertemuan. 
 
"Itulah 5 poin yang dapat kami sampaikan dari hasil pertemuan," ujar Yusnandar, Jumat (27/5/2022).
 
Ditambahkan lagi oleh Yusnandar,
"Pengakuan PT. BSP tanah masyarakat masuk wilayah SHGU tapi sudah digunakan untuk Pertambangan PT. BA bukan ditanam Sawit semana mestinya. Ini berarti patut diduga tambang PT. BA menyalahgunakan perizinan serta ada beberapa wilayah dalam SHGU sudah berubah menjadi IUP secara diam diam dan terindikasi tidak sesuai prosedur ketentuan berlaku sebagaimana diatur dalam UU No. 4 tahun 2009 JO UU No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba, serta wilayah Desa Keban Agung diduga memang tidak masuk wilayah SHGU tapi masuk IUP PTBA namun tetap diakui masuk SHGU oleh PT. BSP.
 
Lebih jauh Yusnandar mengungkapkan bahwa tujuan utama didirikannya dan dikembangkannya BUMN adalah untuk melaksanakan amanat UUD 1945 pasal 33.
 
"Bahwa tujuan utama didirikannya dan dikembangkannya BUMN adalah untuk melaksanakan amanat UUD 1945 pasal 33, yang tidak lain adalah digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, tetapi PTBA ini kelihatannya terindikasi malah sebaliknya. Serta berdasarkan uraian di atas dan meskipun masuk SHGU PT. BSP maupun IUP PTBA, maka tanah di wilayah Desa Keban Agung yang sudah digusur atau diperlukan PTBA untuk pertambangan tetaplah harus diganti rugi dan kami minta ganti rugi sebesar Rp.1.000.000, (satu juta rupiah) permeter," jelasnya.
 
Terakhir ungkap Yusnandar "Apabila belum ada penyelesaian atas permasalahan ini, maka kami akan melakukan Unjuk Rasa (Demo) ke PTBA Tanjung Enim, maupun Jakarta dengan membawa permasalahan lainnya lagi seperti Operasional Penambangan PTBA, Lingkungan Hidup, ganti rugi tanah di Tambang Air Laya (TAL), dan hilangnya sumber sumber mata air di bukit Munggu  dan Tower Telkom termasuk tanah Beehersteerein seberang sungai Enim," tambahnya.    
 
 
Dikatakan juga oleh pemilik tanah lainnya, Ali mengatakan "kami dengar tindakan PT. BSP melakukan penggusuran secara tiba-tiba dengan alasan pertama, tanah yg dimaksud masuk wilayah SHGU, kedua Sudah ada yang dibeli dari orang lain dan ketiga Sudah ada Alas Pancung," ungkapnya.
 
"Alasan-alasan ini dugaan kami adalah sangat keliru dan merupakan kesalahan sebab penerbitan SHGU pertama kali diduga tidak sesuai prosedur yang berlaku, yaitu SHGU terbit dahulu baru dilakukan pembebasan lahan," sambungnya.
 
Sekitar tahun 2010 ke atas, PT. BA pernah melakukan pembebasan/ membeli tanah masyarakat yang sekarang katanya masuk wilayah SHGU, di mana saat itu PT. BSP belum dibeli/diaquisisi oleh PT. BA. Dan diduga juga pengusaha sebelumnya membeli PT. BSP senilai Rp.150 milyar karena mungkin Ia tahu wilayah candangan HGU lebih kurang 8000 Ha, sesungguhnya yang sudah dibebaskan cuma kurang lebih 6000 Ha saja, sisa memang belum tetapi dijualnya ke PT. BA senilai Rp. 861 milyar sehingga dianggap terlalu mahal.
 
 
Terpisah, saat ditemui, Humas Legal PT. BSP, Piliandri, di ruang kerjanya pada Senin, tanggal 23 Mei 2022 mengatakan bahwa untuk scedule pertemuan dengan masyarakat yang dimediasi oleh pihak Camat Lawang Kidul tidak mungkin di bulan Mei.
 
"Di akhir bulan ini semua pada konsentrasi di agenda RUPS seperti PT. BA dilaksanakan tanggal 24-25 Mei 2022 dan PT. BSP juga akan melaksanakan RUPS di akhir bulan ini, jadi kemungkinan kita akan menyurati pihak Camat Lawang Kidul di pertengahan bulan Juni 2022 untuk pertemuan dengan masyarakat," ujarnya.
 
Terkait 5 poin pernyataan hasil dari pertemuan warga pada Jumat, tanggal 27 Mei 2022 yang lalu, saat dikonfirmasi ulang lagi oleh pihak media via whatsapp ke pihak PT. BSP pada Minggu, 29 Mei 2022, Humas Legal PT. BSP,  Piliandri mengatakan bahwa itu tidak perlu dikoreksi.
 
"Itu kan pendapat dari warga, jadi tidak ada yang perlu dikoreksi," ujarnya singkat membalas chat whatsapp.
 
(red/fer)
 
Sertifikat
Sertifikat kampung English
Piagam 3

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Komentar

0 comments