LAJU SUMSEL, PALEMBANG -- Kasus sengketa tanah antara Darmawan (penggugat) dengan almarhum Adung (tergugat I) dan Hj Zulkaedah (78) (tergugat II) terus berlanjut. Dan saat ini memasuki agenda pengecekan lokasi sengketa di Jl. Terusan Lorong Makmur, Sukabangun, Kota Palembang, oleh Pengadilan Negeri Palembang, Jum'at (3/12/2021).
"Hari ini dilakukan pengecekan lokasi sengketa, kami ingin memastikan terkait objek sengketa yang diperkarakan oleh penggugat, baik itu lokasi hingga batasnya," ujar Majelis Hakim, Harun Yulianto, SH kepada sejumlah awak media.
Saat dimintai tanggapan kasus sengketa tanah ini, Majelis Hakim tidak bisa komentar banyak karena menurutnya saat ini baru pengecekan lokasi sengketa.
"Saya belum bisa berkomentar banyak, nanti kita lihat di persidangan saja," ucapnya.
Berdasarkan informasi dari kuasa hukum Hj Zulkaedah (tergugat II), Niko Ismir SH, bahwa kasus ini berawal dari jual beli tanah antara pemilik pertama, Almarhum Adung (tergugat 1) dan Hj Zulkaedah (tergugat II) pada tahun 1983 dengan luas tanah 474 m². Dikarenakan kebutuhan yang sangat mendesak karena istri pemilik tanah (alm. Adung) sakit, mendatangi rumah Hj. Zulkaedah dengan membawa sertifikat yang diwakili oleh Sukardi (adik ipar pemilik) memohon bantuannya untuk membeli tanah tersebut dengan luasan seluruh tanah yang ada di sertifikat. Jadi karena ingin membantu melihat tetangga kesusahan, maka terjadilah kesepakatan jual beli tanah tersebut.
Kuasa Hukum Hj Zulkaedah (tergugat II), Niko Ismir, SH
Saat itu memang karena kesibukan luar biasa tergugat II sebagai seorang PNS di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan dan dipercayakan menjabat dan memimpin 3 Panti sekaligus oleh Gubernur pada masa itu, jadi baru akhir Desember 1987 dibuat legalitas jual beli dihadapan Notaris bersama dengan Tergugat 1 (Alm. Adung) dan diteruskan di BPN kemudian selesai balik nama pada 7 Januari 1988.
Kemudian pada 27 Januari 1988, almarhum Adung (tergugat I) menjual sebagian tanah kepada Darmawan (penggugat) dan hanya dibuktikan dengan kuitansi.
"Ada perbedaan selesainya balik nama sertifikat Ibu Hj Zulkaedah dengan pembeli Pak Darmawan ke almarhum Adung ada selisih 20 hari. Jadi sudah selesai balik nama dulu baru kemudian penggugat beli dari almarhum Adung," jelas Niko Ismir.
Jadi maunya penggugat yaitu tanah seluas 474 m² yang saat ini sudah sertifikat atas nama Hj Zulkaedah (tergugat II) dipecah karena sebagian tanah yaitu seluas 165 m² sudah dibeli dari almarhum Adung (tergugat II) di tahun 1988.
"Secara legalitas kami berkeyakinan sangat kuat, karena jelas Ibu Hj Zulkaedah ada sertifikat tanah dari BPN dan juga memiliki Pajak Bumi Bangunan (PBB), sedangkan penggugat hanya dibuktikan dengan kuitansi," ungkapnya.
Sementara kuasa hukum Darmawan (penggugat), Rizka Fadli Saiman, SH mengatakan bahwa kliennya mengajukan gugatan di Pengadilan menuntut agar lokasi tanah yang dibeli penggugat kepada tergugat I (almarhum Adung) pada tahun 1988 seluas 165 m² balik nama atas nama penggugat (Darmawan).
Kuasa Hukum penggugat, Rizka Fadli Saiman, SH
"Pak Darmawan ini membeli sebagian tanah sama Almarhum Adung di tahun 1988 dan dibuktikan dengan kuitansi. Lalu pada tahun 1989 dibangun rumah yang saat ini masih ditempati oleh anggota keluarga dari Pak Darmawan," jelasnya.
Lebih jauh Ia menceritakan bahwa selain kuitansi jual beli, juga ada saksi yang mendengar yaitu istri dari Pak Sukardi (adik ipar Adung).
"Bangunan fisik ini dibangun tahun 1989, jadi kalau merasa itu adalah milik tergugat II (Hj Zulkaedah), kenapa tidak ada pencegahan," ungkapnya.
Selanjutnya sidang sengketa tanah ini kembali dilanjutkan pada, Kamis (9/12/2021) pagi di Pengadilan Negeri Palembang Jalan A Rivai.
(red)
Komentar