Kepada Yth
Bapak Gubernur & Tim Satgas COVID19 Sumatera Selatan
Pertama, izinkan kami menyampaikan terimakasih mewakili banyak Masyarakat Sumsel, karna sampai hari ini (02/04) kasus Covid-19 di Sumsel “baru” tercatat 11 (sebelas) kasus secara resmi, relatif lebih sedikit dibanding beberapa daerah lain, khususnya di Pulau Jawa. Tentu hal ini tidak terlepas dari kinerja Bapak Gubernur, seluruh tim, termasuk dukungan seluruh masyarakat. Kita tentu berharap, pasien Covid 19 di Sumsel cukup berhenti di angka 11 ini, jangan ada lagi pasien-pasien selanjutnya.
Selanjutnya, kita bersyukur bahwa Sumsel memiliki fasilitas, sarana & prasarana yang cukup baik dan sangat layak. Termasuk Wisma Atlet Jakabaring yang per hari ini telah ditetapkan Gubernur sebagai pusat pemantauan dan isolasi Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang bergejala ringan Covid-19. Gubernur Sumatera Selatan juga telah menunjuk 47 Rumah Sakit dengan keputusan Gubernur Sumsel No: 201/KPTS/Dinkes/2020 tentang Rumah sakit rujukan kasus Corona virus diseases 2019 di Provinsi Sumsel. Sumsel juga telah bisa melakukan pemeriksaan Covid-19 mandiri di BBLK (Balai Besar Laboratorium Kesehatan) Palembang sebagai pusat pemeriksaan Covid-19 di 5 Provinsi di Sumatera. Kami juga salut dengan kerja pemerintah untuk tetap menjaga stabilitas ekonomi di masyarakat.
Selanjutnya, izinkan kami, dari tim milenial yang terdiri dari pembelajar dan praktisi kesehatan masyarakat menyampaikan 13 poin rekomendasi dan refleksi dari kerja keras pemerintah Sumsel, yang semoga dapat menjadi ikhtiar kita bersama dalam mencegah penyebaran pandemi Covid-19 di Sumatera Selatan yang diprediksi akan memuncak pada bulan April dan Mei 2020.
1. Data terakhir (02/04) yang dirilis KEMENKES, Covid-19 sudah menyebar hampir ke seluruh Provinsi di Indonesia, tepatnya 32 provinsi telah terdampak Covid-19, termasuk provinsi Sumsel. Dengan jumlah total mencapai 1.792 penderita positif Covid-19, dan 170 diantaranya meninggal dan 112 kasus sembuh. Indonesia hari ini (02/04) menjadi salah satu Negara dengan tingkat (persentase) kematian terburuk, mencapai 9,5 % atau diantara 100 kasus positif Covid-19 ada 9 orang yang meninggal dunia, diantara negara lain yang menghadapi pandemi Covid-19. Di akhir April, kasus Covid diperkirakan bisa mencapai 11.000 hingga 71.000 kasus.
2. Berdasarkan data 2 April 2020, ada 11 Pasien Positif Covid-19 di Sumsel, dimana 2 orang diantaranya meninggal dunia. Hal ini menunjukkan, angka kematian fatal (case fatality rate) dalam kurun waktu kurang dari 1 bulan mencapai 18,2 %. Adapun sebaran Pasien positif sudah berasal dari 4 kota/kabupaten dari 17 kota/kabupaten Palembang, Prabumulih, OKU, and OKI. Sumatera Selatan juga memiliki 37 pasien dalam pengawasan (PDP). Tingkat kesembuhan Covid -19 di Sumsel juga masih 0. Dengan mobilitas masyarakat yang tinggi, jika dalam 1 bulan kasus Covid dari 10 Provinsi menjadi 32 Provinsi, maka tidak menutup kemungkinan pada akhir April 2020, kasus Covid bisa menyebar ke seluruh kota/kabupaten di Sumsel. Situasi yang tentu tidak kita inginkan terjadi.
3. Berdasarkan perhitungan statistik yang dilakukan tim statistik alumni dan mahasiswa/i FKM Unsri, dengan asumsi jika penggandaan kasus 4 hari, dan recovery rate (rata-rata hari untuk sembuh) 15 hari, maka di hari ke 11 (2 April 2020) akan ada 10 kasus dengan laporan dua kasus pertama per tanggal 23 Maret 2020. Jika dihitung dari 23 maret (pertama kali konfirmasi positif di Sumsel), maka diakhir April diprediksi akan ada 1000 kasus positif Covid 19 dan akan meningkat tajam pada akhir Mei pada angka 17.000 kasus pada puncak mudik lebaran, jika tidak ada intervensi pencegahan secara menyeluruh dari pemerintah dan partisipasi masyarakat. Prediksi ini, belum memasukkan kisaran kasus Covid yang tidak terdeteksi di masyarakat.
4. Hasil test Covid19 yang cepat dan transparansi data penyebaran kasus Covid per kecamatan/desa. Data di atas, baik di tingkat nasional dan provinsi, masih dibawah perkiraan dan seperti fenomena gunung es, dimana yang terdeteksi hanya puncaknya, kasus yang meninggal dunia dan positif covid, tapi banyak kasus yang tidak bergejala atau bergejala ringan tidak terdeteksi sebagai covid 19, tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kami berharap BBLK dapat bekerja maksimal didukung dengan mekanisme PCR yang lebih valid dengan kecukupan bahan reagen. Mengingat terbatasnya ketersediaan rapid test (tes cepat) dan tingkat akurasi rapid test yang diperkirakan tidak lebih dari 50 %, serta rapid test harus dilakukan lebih dari 1x pada hari yang berbeda, sehingga ada kemungkinan, ada kasus yang mungkin dianggap negatif, tapi bisa jadi kasus positif covid dan sebaliknya. Sehingga mekanisme PCR menjadi standar utama atau gold standard untuk penetapan status positif pasien, serta sebaran hasil positif korona bisa diberikan informasi per kecamatan atau desa, bukan per kabupaten/kota, untuk kewaspadaan dini masyarakat
5. Promosi kesehatan Pencegahan Covid 19 dengan informasi sederhana dan bahasa daerah dan menggunakan media sosial serta toa masjid. Kami mengusulkan beberapa alternatif penyebaran informasi tentang pencegahan Covid-19 untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat luas di Sumsel
a. Pertama, pemanfaatan media sosial dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa lokal daerah masing-masing sebagai langkah Edukasi Masyarakat. Beberapa sudah dilakukan oleh mahasiswa/I dan alumni Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya (Instagram: covidsumsel). Materi dan bahan video dan poster kreatif promosi kesehatan Covid 19 bisa digunakan banyak pihak dan bisa diunggah di link ini https://drive.google.com/open?id=1FAlz1oeUkPxZtywr6gbHNlR-5VW6jDQb
b. Kedua, untuk masyarakat yang tidak terpapar dengan media sosial, kami mengobservasi bahwa pemerintah telah melakukan hal yang tepat dengan melibatkan Kepala RT dan Kepala Dusun/Desa untuk melakukan himbauan-himbauan tentang pencegahan melalui Masjid atau Mushola terdekat. Kami berharap, hal ini dapat dilakukan secara terus menerus melalui pengeras suara masjid sebelum Azan atau setelah Azan, misal dalam 1 hari ada 2x pemberitahuan dengan isi pesan yang sama. Pemberian informasi yang berulang-ulang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pencegahan Covid di garis akar rumput.
Kedua hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi interaksi berdekatan jika kita melakukan penyuluhan secara tatap muka dan mengurangi resiko penularan, tapi penyebaran informasi tetap secara masif dan menyeluruh disampaikan ke lapisan masyarakat.
6. Masyarakat Sumatera Selatan pada umumnya adalah pedagang, sehingga kebijakan bekerja dirumah atau work from home (WFH) tidak bisa diberlakukan untuk mereka yang terbiasa bekerja diluar rumah, tanpa ada jaminan ekonomi untuk mereka. Kami menyarankan, pemerintah setempat, seperti desa dan kelurahan bekerjasama dengan masyarakat dan perusahaan/BUMN dll setempat untuk menyediakan dan memperbanyak fasilitas yang dapat mendukung sekaligus mendorong masyarakat untuk menjaga kebersihan (higiene personal).
Sebagai contoh: menyediakan sarana cuci tangan ditempat-tempat umum (dapat juga mewajibkan kepada para pelaku usaha dan pedangan kecil di pasar tradisional untuk menyediakan sarana cuci tangan darurat ditempat ataupun didepan lokasi usaha masing-masing), pemberlakuan jarak minimal 1 meter antar pedagang/antrian pembeli dan pembagian masker (utamanya di Pasar Tradisional). Pengunjung yang belanja, diwajibkan untuk cuci tangan sebelum masuk dan setelah selesai berbelanja, hal ini juga usaha menjadikan cuci tangan sebagai kebiasaan. Perilaku cuci tangan pakai sabun juga merupakan upaya pencegahan banyak penyakit menular lainnya, seperti diare, flu, tifes, TB, dll.
7. Mengurangi penyemprotan disinfektan pada manusia, seperti bilik disinfektan. Pemerintah tidak disarankan untuk menggunakan penyemprotan disinfektan kepada manusia seperti yang kami observasi di banyak tempat layanan kesehatan dan pusat pemerintah. Hal ini sangat membahayakan kesehatan manusia dan dapat meningkatkan resisten bakteri. Penyemprotan disinfektan hanya diperuntukkan untuk permukaan benda, barang, tempat ibadah dan fasilitas umum. Disinfektan, alcohol atau klorin tidak akan membunuh virus yang sudah masuk ke dalam tubuh manusia.
8. Stigma pada yang baru pulang mudik. Kami sangat mengapresisasi kerja lintas sektor terkait kewajiban bagi yang baru pulang mudik untuk melaporkan diri kepada ketua RT atau kepala dusun dan bagaimana puskesmas dan terjun ke lapangan untuk mendata orang yang baru pulang mudik, baik dari dalam maupun luar negri dan dikategorikan sebagai dan memastikan teman-teman yang baru datang ke Sumsel. Hal ini dilakukan untuk memastikan ODP dirumah saja atau isolasi mandiri selama 14 hari. Hal yang perlu dicermati, berdasarkan pengamatan kami dilapangan, tim alumni yang bekerja di lapangan dan sebagai anggota masyarakat, timbul hal baru tentang Stigma, Malu, dan Takut Corona. Pertama, ada masyarakat yang perlu mengirimkan foto setiap hari untuk memastikan mereka dirumah, ada petugas yang memeriksa ODP setiap hari dirumahnya. Kedua, ada masyarakat yang baru pulang mudik dengan kesadaran sendiri tentang pencegahan Corona, mereka berbondong-bondong untuk melaporkan diri ke puskesmas dan kepala dusun. Ketiga, keluarga dalam satu rumah ODP tidak ikut wajib mengisolasi diri. Ini bisa menimbulkan model penyebaran Corona, jika para petugas terkait, tidak dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD) atau jika ODP berinteraksi dengan pasien lain di puskesmas. Kami menyarankan beberapa hal. Pertama, agar setiap pemantau mewajibkan setiap orang yang masuk ke wilayah tertentu, diharuskan menginstal program Life 360 atau Aplikasi PeduliLindungi oleh Kemenkominfo di telepon selular mereka, aplikasi pelacak lokasi, sehingga pihak terkait bisa melakukan kegiatan pemantauan via online, tanpa perlu berinteraksi dengan ODP. Kedua, jika ODP melanggar aturan isolasi 14 hari, baru petugas terkait bergerak untuk dipindahkan ke tempat isolasi komunitas. Ketiga, masyarakat yang baru pulang mudik juga diberikan informasi nomor fasilitas kesehatan yang bisa dihubungi untuk berkonsultasi kesehatan di masing-masing puskesmas, selain nomor Covid Tanggap Sumsel (hp 0813 6504 3311/ 0813 6828 8282/ 119 ext.9). Keempat, untuk ODP yang keluarga tidak mampu dan mengkarantina diri dirumah masing-masing perlu diberikan paket sembako untuk bertahan selama 14 hari. Hal ini diperlukan untuk mengurangi penyebaran kasus yang mungkin terjadi pada tenaga kesehatan dan pasien lain di fasilitas kesehatan dan dimasyarakat pada umumnya.
9. Usulan untuk Karantina Wilayah. Mengingat penyebaran penyakit dapat terjadi antar anggota masyarakat dan angka kesembuhan kasus di Sumsel masih 0 sementara CFR mencapai 18,2% atau ada satu kasus kematian diantara 5 kasus positif Corona. Maka, kami menyarankan agar Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan, mengambil langkah tegas untuk dilakukan Karantina Wilayah dimana Pemerintah perlu menyiapkan aturan yang memuat skema karantina wilayah lengkap dengan teknis pelaksaan. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 53 ayat (2) UU Nomor 6 Tahun 2018 “Karantina wilayah dilaksanakan di suatu wilayah apabila dari hasil konfirmasi laboratorium sudah terjadi penyebaran penyakit antar anggota masyarakat”. Tujuannya, agar penyakit ini tidak menyebar ke wilayah lain dan tidak ada kasus baru dari luar wilayah atau imported cases dan pemerintah fokus penanggulangan kasus yang ada di Sumsel.
Ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan: 1. Pemberitahuan awal bahwa Sumsel akan ditutup dari pendatang luar Sumsel pada pertengahan April 2020; 2. Pemberitahuan Sumsel hanya akan menerima kedatangan kembali putra/putri daerah hingga akhir April 2020; 3. Pemerintah perlu menutup semua lajur tranportasi, darat, laut dan udara dari dan menuju dan dari Sumsel pada bulan Mei 2020, selama 4 minggu-8 minggu.
10. Poin 9 perlu kita menjadi perhatian serius agar dapat menekan angka penyebaran kasus di wilayah Sumsel dan menahan kapasitas (daya tampung) Rumah Sakit agar Fasilitas Kesehatan yang kita miliki dapat digunakan secara optimal, tenaga kesehatan dapat merawat pasien dengan maksimal. Tentunya, kita tidak menginginkan kejadian buruk terjadi seperti RS kewalahan dalam menangani pasien yang dapat berakibat pada pasien dirawat dengan fasilitas yang tidak memadai dan meningkatkan angka kesakitan dan kematian dini. Sehingga “Karantina Wilayah” perlu dilakukan dengan harapan dapat fokus meningkatkan angka kesembuhan kasus yang ada di Sumatera Selatan. Sebagai contoh, total ruang isolasi Covid-19 di RS milik Pemprov yang tersedia di Kota Palembang saat ini berjumlah 60 ruang isolasi yang tersebar di RSMH, RS Siti Fatimah, RS Ernaldi Bahar, RS Paru, RS Gigi dan Mulut dan RS Mata. Sementara Wisma Atlet berkapasitas 900 kamar yang dapat digunakan untuk menampung kurang lebih 2000 Orang Dalam Pemantauan (ODP). Dengan Palembang akan menjadi pusat rujukan dari semua kota/kabupaten di Sumsel, akan menambah resiko terpaparnya virus ke tenaga kesehatan yang bertugas, tanpa APD yang lengkap dan cukup serta tingkat kelelahan pada tenaga kesehatan kita, sebagai asset berharga di Sumsel.
11. Hal yang perlu dipertimbangkan selanjutnya, pemerintah perlu mengalokasikan dana untuk masyarakat yang bergerak di sektor informal, dan yang mencari nafkah harian (buruh harian). Mereka yang tetap perlu bekerja diluar rumah disaat masa darurat kesehatan ini tidak bisa kita salahkan, karena mereka memikirkan apa yang bisa mereka dan keluarga mereka makan hari ini, sehingga pemerintah perlu memberikan solusi nyata. Sehingga tidak ada ‘victim blaming’ atau saling menyalahkan, seperti pernyataan-pernyataan yang kita baca di media sosial “kamu dirumah bae atau kami tunggu di Rumah Sakit”. Hal ini juga sesuai dengan UU Nomor 6 Tahun 2018, dimana pemerintah perlu memberikan insentif ataupun bantuan kehidupan dasar bagi orang di wilayah karantina. Transparansi penyaluran dana ke pihak yang membutuhkan sangatlah diperlukan dan diawasi serta di perlakukan hukuman yang keras dan tegas bagi pihak yang menyalahgunakannya, sehingga tidak ada pemotongan-pemotongan dana yang akan diterima hingga akar rumput oleh oknum-oknum tertentu.
12. Memastikan Penyediaan APD lengkap dan cukup untuk jangka waktu 3-4 bulan ke depan dan penggunaan APD diprioritaskan untuk tenaga kesehatan baik yang berada di Rumah Sakit, puskesmas, layanan klinik, bidan mandiri dan atau yang bergerak mendata kasus di lapangan, bukan pihak lain yang tidak berinteraksi langsung dengan ODP, PDP, suspek atau pasien COVID 19. Mengingat banyak kasus yang tak terlapor dan tak terdeteksi, sehingga semua tenaga kesehatan perlu waspada dalam melayani pasien mereka. Contoh saja 1 kasus yang tak terdeteksi, tanpa isolasi diri dan social distancing, bisa menularkan ke 3 orang lain dalam 5 hari dan dalam 30 hari, bisa meninfeksi 400 kasus. Selain ketersediaan APD, pemerintah juga perlu menyediakan pelatihan psikologis dan interpersonal dan motivasi kepada tenaga kesehatan atas hak pasien untuk mendapatkan pelayanan optimal sehingga tenaga kesehatan bisa merawat pasien corona secara optimal. Pelatihan bisa dilakukan secara ONLINE dengan bekerja sama dengan kampus-kampus yang memiliki fakultas dan layanan Psikologi.
Tenaga kesehatan harus melindungi diri mereka sendiri sebelum menolong pasien yang dirawat. "Ada keluarga yang menanti mereka dirumah pak". Kita tidak ingin putra putri terbaik menjadi korban karena kelalaian di tempat kerja dengan alat pelindung diri yang minim dan ketersediaan APD yang menjadi langka, sehingga tenaga kesehatan tidak bisa bekerja secara professional. Sebagai contoh, minimnya penjagaan diruang isolasi atau tenaga kesehatan lebih selektif untuk memberikan tambahan oksigen untuk yang mengalami sesak nafas secara cepat. Tenaga kesehatan itu 'pahlawan' sebagai lini terdepan, namun mereka bisa jadi 'korban' jika sistem kesehatan dan tempat kerja tidak melindungi mereka ketika mereka bekerja dengan ikhlas merawat pasien suspek/positif corona.
13. Fatwa MUI Sumsel tentang diutamakan ibadah dirumah masing-masing dalam kondisi pandemi Covid 19.
Mengingat mayoritas agama di Sumatera Selatan, 95 % adalah Muslim, pemerintah perlu intensif lagi mendorong peran aktif tokoh masyarakat dan alim ulama untuk mengajak masyarakat mengurangi aktifitas keluar rumah dan menganjurkan beribadah dirumah. Jika memungkinkan, MUI Sumatera Selatan perlu mengeluarkan fatwa khusus untuk ibadah dirumah dulu untuk kurun waktu tertentu. Untuk yang tetap ingin beribadah, harus ada pembersihan Masjid/Musholla secara rutin dengan disinfektan, penjemuran peralatan ibadah serta ada jarak 1 meter antar shaf jamaah jamaah disaat situasi darurat kesehatan ini. Hal yang sama juga diharapkan dapat diberlakukan untuk tempat ibadah agama lain di Sumsel.
Demikian kami sampaikan kehadapan Bapak Gubernur dan jajarannya dengan harapan bersama kita dapat melewati permasalahan ini dengan baik dan suasana kembali pulih seperti sediakala sehingga kita dapat kembali melanjutkan kembali membangun Sumatera Selatan agar bisa terus MAJU UNTUK SEMUA.
Hormat Kami,
Insan Peduli Kesehatan Masyarakat Sumatera Selatan
1. IKA FKM Unsri (Ikatan Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Unsri)
2. The Association of Epidemiology and Biostatistics Students (AGENT FKM Unsri)
3. Badan Otonom Pers FKM Unsri (Publishia)
4. Badan Eksekutif Mahasiswa FKM Unsri (Bem FKM Unsri)
5. Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)-Sumatera Selatan
6. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Husada (STIK Binhus)
Komentar