LAJU SUMSEL, PAGAR ALAM - Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia menolak gugatan sistem pemilu pada hari Kamis (15/06) melalui ketuanya, Anwar Usman menyatakan "Menolak Permohonan Pemohon Seluruhya" sehingga pemilu legislatif 2024 mendatang tetap memakai sistem proporsional terbuka.
Menanggapi putusan tersebut, Ketua DPC partai Golkar kota Pagar Alam, Efsi, SE menyatakan lega, sebab dikatakannya bahwa partainya satu di antara 8 fraksi di DPR RI yang dari awal menolak usulan perubahan sistem pemilu mendatang.
"Partai Golkar di DPR RI jadi salah satu dari delapan fraksi yang menolak usulan perubahan sistem pemilu sehingga dengan adanya putusan MK ini tentu kami mengaku lega dan kepada bacaleg kami pun sudah informasikan tentang hal ini. Mulai hari ini kami perintahkan kepada mereka untuk terus gencar mensosialisasikan diri kepada masyarakat agar dapat memenuhi target dari DPP," ungkapnya, Kamis (15/06).
Terpisah, bacaleg partai Nasdem kota Pagar Alam, Fathi Athalla mengaku dengan tetap memakai sistem proporsional terbuka tentu sesuai putusan MK hari ini menegaskan bahwa kader atau para calon anggota legislatif yang akan bertarung pada Pileg mendatang benar-benar dapat dikenal masyarakat dan calon pemilih dengan terpampangnya nama, nomor serta fhoto calegnya sehingga inilah yang dianggapnya sejalan dengan nilai-nilai demokrasi yang selama ini diperjuangkan oleh rakyat.
"Dengan tetap memakai sistem proporsional terbuka, calon pemilih tidak seolah membeli kucing dalam karung, dimana baik identitas maupun trek record para caleg dapat langsung dinilai oleh masyarakat. Lain halnya jika memakai sistem tertutup, tentu masyarakat tidak akan mengetahui siapa yang bakal jadi wakilnya kelak dan ini tentu berlawananan dengan prinsip demokrasi yang kita perjuangkan bersama-sama selama ini," ujarnya.
Sementara itu anggota Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) PDIP kota Pagar Alam, Cristian Brando menyatakan menghormati putusan MK yang baru saja disiarkan, namun ia juga mengungkapkan alasan kenapa partainya menginginkan pemilu mendatang memakai sistem proporsional tertutup dimana menurutnya sistem yang dipakai selama ini banyak kekurangan, di antaranya sistem yang terlalu liberal sehingga proses pengkaderan partai tidak lagi menjadi sebuah keharusan ketika akan maju menjadi caleg. Ditambah praktek-praktek politik transaksional yang bukan lagi jadi rahasia umum yang kerap dilakukan oleh para caleg kepada calon pemilih untuk mendulang suara agar dapat duduk menjadi anggota legislatif serta banyak hal lagi lainnya.
"Saya pribadi menghormati putusan MK, namun menggugat sistem pemilu supaya kembali menjadi tertutup bukan juga tanpa alasan yang jelas karena kami memandang proses pengkaderan sudah tidak dilakukan lagi saat ini, sebab siapapun bisa menjadi caleg partai asal terkenal atau punya modal, akibatnya demokrasi kita saat ini sudah terlalu liberal dan cenderung transaksional sehingga produknya adalah para politisi yang tidak punya keterikatan ideologi maupun misi dengan partai yang ia ada di dalamnya," ungkapnya kepada media Laju Sumsel.com, Kamis (15/06) sore.
Laporan: Taufik Hidayat
Komentar