Oleh:
Imelda Aprianti, Raiisa Aqilah, Arista Miranda, Siti Mahaida dan Vince Miagoni
(Mahasiswa S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM Unsri)
Editor: Raiisa Aqilah
1. Penjelasan singkat Polio
Polio berasal dari Bahasa Yunani atau bentuknya yang lebih mutakhir, “abu-abu” dan “bercak”. Pertama kali ditemukan pada tahun 1789 oleh seorang dokter dari Inggris yang bernama Michael Underwood. Polio (poliomielitis) adalah penyakit infeksi paralisis yang disebabkan oleh virus yang dinamakan poliovirus. Virus ini dapat menyebar melalui makanan atau air yang mengandung kotoran manusia dan kadang-kadang dari air liur sehingga terinfeksi memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat, menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan permanen terutama pada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi.
2. Data prevalensi Polio
Secara global pada tahun 2022, telah dilaporkan sebanyak 355 kasus (16 cVDPV1, 315 cVDPV2, 1 cVDV3, dan 23 WPV1) menurun dibanding tahun 2021 dengan 704 kasus (16 cVDPV1, 682 cVDPV2, dan 6 WPV1). Negara endemik virus polio tipe 1 adalah Pakistan dan Afganistan. 15 negara masih melaporkan Polio virus tipe 2 per 15 november 2022 yaitu Yaman, Kongo, Nigeria, Central African Republic, Ghana, Somalia, Niger, Chad, USA, Algeria, Mozambik, Eritrea, Togo dan Ukraina.
Indonesia dinyatakan terbebas dan mendapatkan sertifikat bebas Polio pada tahun 2014, tetapi eradikasi Polio (poliomyelitis) diseluruh dunia belum tuntas seutuhnya. Virus polio liar tipe 2 telah dinyatakan eradikasi pada tahun 2015 sedangkan tipe 3 telah dinyatakan eradikasi pada tahun 2019.
Namun pernyataan itu tidak berlangsung lama. Menurut data Press Conference Kementerian Kesehatan RI tanggal 19 November 2022 tentang Laporan Perkembangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio menyatakan bahwa adanya penemuan 1 (satu) kasus Polio dimana ditemukan pasien positif Polio berusia 7 tahun 2 bulan, dengan gejala kelumpuhan pada kaki kiri. Berasal dari kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Anak tersebut mulai sakit pada tanggal 6 Oktober 2022, telah terjadi pengecilan pada otot paha dan betis kiri tidak memiliki riwayat imunisasi, tidak memiliki riwayat perjalanan/kontak dengan pelaku perjalanan. Pasien masuk RSUD TCD Sigli pada tanggal 18 Oktober 2022, spesimen diambil dan dikirim ke BPKP Jakarta pada tanggal 28 Oktober 2022, hasil RT PCR keluar pada tanggal 7 November 2022 dengan hasil Tipe 2 Polio Virus dan Tipe 2 Sabin. Dikirim ke Lab Biofarma sebagai Rujukan Nas Polio untuk sekuensing, pada tanggal 10 November 2022 hasil Sekuensing Positif Polio Tipe 2.
3. Gejala Polio
Gejala pada pasien polio dapat dibagi menjadi tiga kelompok: Pertama, Polio non paralitik dapat menyebabkan muntah, kelemahan otot, demam, meningitis, kelelahan, sakit tenggorokan, sakit kepala, kaku dan nyeri pada kaki, tangan, leher, dan punggung. Kedua, Polio paralitik merupakan kelumpuhan secara akut, disertai dengan demam dan gejala seperti Polio non paralitik namun, dalam waktu 1 minggu akan muncul gejala berupa hilangnya refleks tubuh, ketegangan otot yang terasa nyeri dan tungkai atau lengan terasa lemah. Ketiga, Sindrom pasca Polio menyebabkan kesulitan bernafas atau menelan, sulit konsentrasi, kelemahan otot, depresi, gangguan tidur dengan kesulitan bernafas, kelelahan, dan kehilangan massa otot.
4. Jenis Polio
Virus Polio yang ditemukan dapat berupa Virus Polio Vaksin/Sabin, Virus Polio Liar/WPV(Wild Poliovirus) dan VDPV (Vaccine Derived Poliovirus). Virus Polio vaksin/sabin merupakan virus polio vaksin/sabin yang mengalami mutasi dan dapat menyebabkan kelumpuhan. VDPV diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu Immunodeficient-related VDPV (iVDPV) berasal dari pasien imunodefisiensi, Circulating VDPV (cVDPV) ketika ada bukti transmisi orang ke orang dalam masyarakat, dan Ambiguous VDPV (aVDPV) apabila tidak dapat diklasifikasikan sebagai cVDPV atau iVDPV. WPV terdiri dari 3 jenis strain antigen yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kasus kelumpuhan, tipe 3 lebih jarang, demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling sering menyebabkan wabah. Sebagian besar kasus vaccine associated disebabkan oleh tipe 2 dan 3.
5. Pencegahan Polio
Sejak munculnya wabah polio di dunia WHO pada tahun 1988 mencanangkan program "The Global Polio Eradication Initiative" dibantu oleh UNICEF, Pusat Pengontrolan dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat (The US Centers for Disease Control and Prevention, CDC) dan klub Rotary International. Strategi utama dalam program tersebut adalah imunisasi, baik imunisasi rutin yang diberikan kepada setiap bayi yang lahir maupun imunisasi massal melalui national immunization day (NID), atau di Indonesia lebih dikenal dengan (PIN). Dengan progam tersebut, Indonesia telah berhasil menerima sertifikasi bebas Polio bersama dengan negara anggota WHO di South East Asia Region (SEAR) pada bulan Maret 2014.
Untuk mempertahankan keberhasilan tersebut dan melaksanakan strategi menuju eradikasi Polio di dunia, Indonesia kembali melakukan beberapa rangkaian kegiatan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio pada tanggal 8-15 Maret 2016. PIN Polio adalah penggerakan kelompok sasaran imunisasi umur 0 – 59 bulan untuk mendapatkan imunisasi Polio tanpa memandang status imunisasi. Pada PIN Polio ini setiap balita termasuk bayi baru lahir yang bertempat tinggal di Indonesia diimunisasi dengan vaksin Polio. Tujuannya mengurangi resiko penularan virus polio yang datang dari negara lain, sekaligus memastikan tingkat kekebalan masyarakat terhadap penyakit polio dan memberikan perlindungan secara optimal dan merata bagi balita. Pemberian imunisasi Polio saat PIN adalah dengan cara penetesan atau Oral Polio Vaccine (OPV) ke mulut sebanyak 2 kali.
Selain itu, terdapat jenis lain dari imunisasi polio yaitu Inactivated Polio Vaccine (IPV) menggunakan virus Polio yang dinonaktifkan dan diberikan melalui suntikan di lengan atas atau paha pada anak bayi usia 4 bulan guna memberikan perlindungan penuh terhadap virus Polio dan orang dewasa yang akan bepergian ke negara dengan kasus Polio aktif juga dianjurkan untuk menjalani vaksinasi Polio.
6. Penolakan vaksin Polio di masyarakat
Program vaksin Polio ini mendapat berbagai macam respon dari masyarakat, salah satunya adalah muncul penolakan terhadap vaksin Polio oleh sebagian masyarakat di Indonesia. Berbagai macam pendapat tentang vaksinasi oleh kelompok anti vaksin di media sosial. Mereka berpendapat bahwa anak yang vaksinasi maupun tidak vaksinasi kondisi fisiknya akan sama aja, vaksinasi tidak menjamin anak mereka kebal terhadap penyakit Polio. Ketakutan akan efek samping setelah vaksin Polio atau sering disebut dengan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) juga menjadi momok bagi orang tua yang ragu akan efektivitas dan keampuhan vaksin. Mereka mengatakan bahwa anak yang sebelumnya sehat, malah menjadi sakit setelah vaksinasi.
Pendapat lainnya mengenai vaksin Polio yang bersifat wajib bagi bayi baru lahir, juga sering menjadi perdebatan di antara orang tua anti vaksin. Mereka berpendapat bahwa tidak tepat bila tubuh bayi yang masih sangat muda dan rentan sudah harus diberikan obat-obatan kimia sejak baru lahir, sehingga mereka lebih memilih untuk tidak vaksinasi dan hanya memberikan ASI (Air Susu Ibu) yang alami dan diyakini lebih aman sebagai cara memberikan kekebalan tubuh bagi bayi mereka.
Di Indonesia pun, juga terdapat kelompok anti vaksin yang aktif melakukan penyebaran informasi dan pendapat melalui media sosial untuk menolak vaksinasi. Kelompok tersebut adalah GAVI (Gerakan Anti Vaksin dan Imunisasi). GAVI dibuat di Facebook pada bulan November tahun 2013, dan mulai melakukan diskusi perdebatan tentang vaksinasi dengan mengunggah sebuah poster pada bulan Maret 2014, sebagian orang dapat memberikan jawaban atas pertanyaan dan keraguan hukum haram dan halal vaksinasi. GAVI banyak membahas tentang hukum halal dan haram vaksinasi, membahas mengenai beberapa cara atau metode halal yang bisa mereka lakukan sebagai metode pengganti vaksinasi, dan juga banyak dari mereka yang membagikan foto, berita tentang efek samping dari vaksinasi, dan beberapa video unggahan di youtube yang membahas tentang alasan-alasan mereka seharusnya menolak vaksinasi.
Komentar