LAJU SUMSEL, PAGAR ALAM -- Siapa yang tak kenal dengan pabrik dan perkebunan teh gunung Dempo dengan berbagai macam produk teh andalan serta dengan hamparan perkebunan tehnya yang seluas mata memandang.
Pabrik dan perkebunan yang telah berdiri sejak 1928 lalu ini hingga kini tak berhenti memproduksi teh yang berkwalitas baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor.
Awalnya didirikan oleh firma milik pengusaha eropa saat Indonesia masih bernama Hindia Belanda kemudian dinasionalisasi di bawah logo PTPN VII tak kurang telah menghasilkan jutaan ton produk jadi mulai dari teh seduh dan yang paling terkenal adalah produk teh hitamnya.
Dengan lahan perkebunan mencapai ratusan hektare dan serta 1 unit pabrik yang beroperasi 24 jam dan ratusan tenaga kerja, PTPN VII gunung Dempo tak cuma tentang produk jadi tetapi juga telah menjadi aset sejarah dan wisata andalan di Sumatera Selatan.
Namun krisis akibat pandemi corona virus yang melanda dunia saat ini telah memukul bisnis yang telah berjalan hampir seratus tahun ini yang mengakibatkan ancaman kebangkrutan bagi perusahaan.
Hal ini diungkapkan Humas PTPN VII kepada rekan-rekan wartawan hari ini, Senin (28/6/2021).
Diungkapkan Ari Kepala Humas PTPN VII kepada rekan wartawan bahwa sejak pandemi coronavirus, PTPN VII gunung Dempo terus mengalami kerugian akibat penjualan berkurang dengan minimnya jumlah pesanan dan daya pembeli dari dalam dan luar negeri.
"Krisis ekonomi global sangat mempengaruhi kondisi perusahaan," ungkapnya.
Hal ini bukan tidak berdasar, lanjut Ari dimana sebelum pandemi PTPN VII Unit KSO Kota Pagar Alam bisa memproduksi dan mengirimkan 4 sampai 6 truk produk jadi perhari dengan hitungan 210 ton perbulan di pasaran.
Namun sejak pandemi melanda kondisi bisnis terjun bebas sebab jumlah produksi tidak berimbang dengan jumlah pemasaran dimana dalam 1 bulan hanya mampu memasarkan 20 ton dalam 2 kali pengiriman dan kondisi ini merupakan ancaman kebangkrutan bagi perusahaan.
Untuk meneruskan bisnis milik negara ini jelas Ari, pihaknya terpaksa mengambil langkah-langkah efisiensi seperti pengurangan jam operasional pabrik maupun tenaga kerja.
"Untuk menyelamatkan perusahaan langkah efisiensi terpaksa kami lakukan," pungkasnya.
Laporan: Taufik Hidayat
Komentar