Oleh:
Haerul Latif, AS Clarissa P. Aulia, dan Dwi Pratiwi Utami
Mahasiswa Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat UNSRI
Editor: Della Anggraini Putri
Remaja merupakan transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja, kebutuhan energi dan nutrisi jauh lebih banyak dibandingkan masa kehidupan yang lain. Namun seringkali ditemukan adanya remaja yang kurang atau lebih gizi karena perilaku makan yang salah seperti tidak seimbang antara makanan yang dimakan dengan kecukupan gizi yang dianjurkan.
Munculnya coffee shop, kedai kopi, atau pun kafe saat ini di kehidupan masyarakat perkotaan, khususnya bagi remaja. Gaya hidup remaja perkotaan mulai mengalami perubahan seiring perkembangan zaman atau dikenal dengan gaya kekinian. Remaja menganggap bahwa nongkrong di kafe merupakan eksistensi bagi keberadaan mereka. Kafe menawarkan makanan dan minuman lokal maupun internasional. Sayangnya sebagian besar makanan dan minuman yang ada di tempat nongkrong tersebut mengandung kadar gula dan garam tinggi, tinggi kafein, rendah serat, tinggi lemak, dan tidak memenuhi gizi seimbang yang dapat meningkatkan risiko terjadinya anemia, khususnya pada remaja putri.
Apa Itu Anemia pada Remaja Putri?
Anemia merupakan keadaan pada remaja putri dimana kadar hemoglobin (Hb) darah kurang dari 12 mg/dl, sehingga tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya. Hemoglobin adalah protein yang mengandung zat besi dimana zat besi tersebut berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, melaporkan bahwa 48,9% kasus anemia lebih banyak terjadi di usia 15-24 tahun (32%). Ini berarti 3-4 dari 10 remaja mengalami anemia.
Kejadiaan anemia termasuk masalah kesehatan global, terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia. 5L (letih, lemah, lesu, lelah, lalai), kepala pusing, mudah mengantuk, mata berkunang – kunang, pucat, dan sulit berkonsentrasi merupakan gejala yang sering ditemui. Dampaknya seperti menurunnya daya tahan tubuh, menurunkan kebugaran dan kemampuan berpikir, serta kesulitan berkonsentrasi saat belajar sehingga berpengaruh pada hasil prestasi belajar.
Remaja Putri dan Fenomena “Ngafe”
Perubahan gaya hidup kekinian pada remaja putri berpengaruh terhadap perilaku makan mereka. Perilaku pergaulan yang keliru dipengaruhi oleh faktor kurangnya kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan dari perilaku makan tersebut, padahal akses informasi sekarang ini cukup mudah. Fenomena “ngafe” di kota – kota besar mengakibatkan terjadinya pergeseran pola makan yang lebih mengutamakan kepraktisan dalam memenuhi kebutuhan biologis tubuh.
Berdasarkan survei pada 32 remaja putri berusia 17-23 tahun dengan menggunakan kuesioner online, diketahui bahwa remaja yang mengunjungi kafe paling banyak 1-2 kali seminggu. Alasan mereka pun beragam, mulai dari tempat membuat tugas, berkumpul dan ngobrol dengan teman, refreshing, banyak pilihan makanan, tempatnya instagramable untuk berfoto, wifi gratis, ataupun untuk cuci mata (melihat cowok ganteng). Salah satu responden mengatakan;
“Di kafe itu bisa ngeliat cowok ganteng, sekalian makan terus cuci mata. Bisa foto-foto astetik dan kemudian diupload di media sosial” (Nona X)
Pergeseran manfaat kafe dari tempat makan dan minum menjadi tempat berbagai aktivitas para remaja saat nongkrong. Selain itu, adanya influencer yang membuat bermacam – macam menu baru atau lama, membuat para generasi Z (sekarang) ingin mencicipi menu yang ditawarkan.
Gaya Kekinian 1: Remaja lebih memilih Minum Kopi dan Teh daripada Air Putih
Berdasarkan kecenderungan pemilihan minuman, sebanyak 53,2% remaja memilih minuman kopi & teh pada saat nongkrong. Selain itu, hasil wawancara beberapa pemilik kafe yang berada di tengah Kota Palembang, jumlah pemesanan minuman tersebut sebesar 50-60% perhari dan meningkat saat weekend. Salah satu teknik promosi kafe yaitu adanya paket makanan dan minuman dengan harga murah yang menjadikan paket ini banyak dipesan oleh remaja putri.
“Kalo ke kafe atau tempat makan biasonyo untuk minumnyo beli es teh, kareno es teh lebih murah dari minuman yang lainnyo. Kalo air putih, biso minum kapan bae di rumah.” (Mardia)
Kecenderungan minum kopi, teh, atau minuman manis lainnya saat nongkrong berdampak pada kesehatan remaja itu sendiri. Berdasarkan survei, hanya 3% (1 orang) remaja yang memesan air putih. Padahal air putih penting untuk meningkatkan metabolisme. Tubuh membutuhkan konsumsi air putih yang cukup, sekurang-kuragnya 8 gelas per hari.
Teh dan kopi dapat menghambat penyerapan zat besi dikarenakan dalam teh ada kandungan tanin dan kafein dalam kopi. Sehingga faktor tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya anemia pada remaja putri. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Alzaheb dan Al-Amer (2017), bahwa adanya hubungan kebiasaan minum teh dengan anemia pada remaja putri. Penelitian lain oleh Jalambo et al (2018), bahwa remaja putri yang minum teh memiliki risiko mengalami anemia 1,05 kali dibandingkan dengan remaja putri yang tidak minum teh.
Gaya Kekinian 2: Remaja lebih memilih Junk Food
Remaja masa kini cenderung mengkonsumsi makanan siap saji dan junk food, di antaranya fried chicken, pizza, french fries, snack, mie instan, cake, hot dog, hamburger, seblak, cireng, cilok dan sebagainya. Makanan tersebut mengandung kadar lemak, kolesterol, gula, dan garam tinggi. Makanan ini terlihat menarik tapi terdapat efek buruk bagi kesehatan jika sering dikonsumsi.
Mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat dan lemak yang tidak diimbangi dengan makanan yang mengandung mineral, protein, dan vitamin, berakibat menurunnya kemampuan otak dan menurunnya semangat belajar pada remaja. Kurangnya gizi berdampak terhadap penurunan pembentukan sel darah merah dan menyebabkan anemia serta obesitas. Obesitas terjadi karena ada penumpukan lemak dalam tubuh karena makan berlebihan dan tidak diimbangi dengan olahraga yang rutin. Remaja putri yang mempunyai pola makan tidak baik cenderung 5,4 kali lebih besar mengalami anemia daripada remaja putri yang mempunyai pola makan baik.
Gaya Kekinian 3: Konformitas dalam Circle Pertemanan
Dalam kehidupan sosial, remaja putri memiliki pergaulan dan mempunyai teman akrab sehingga melakukan aktivitas bersama yang dikenal dengan geng (circle). Pertemanan ini dinilai penting bagi remaja putri sebagai tempat mencurahkan isi hati dan diterima dalam lingkungan tersebut. Circle pertemanan yang baik akan saling mendukung, menghormati, saling membantu, serta bekerja sama dalam hal yang positif, termasuk dalam kesehatan. Namun, banyak remaja terjebak dalam pergaulan yang toxic. Oleh karena itu, haruslah antisipasi memilih circle pertemanan.
Pada circle ini terlihat kebiasaan ikut – ikutan disebut dengan konformitas. Konformitas sendiri merupakan fenomena perubahan perilaku ingin sesuai atau sama dengan orang di sekitar misalnya cara diet harus sama. Sedangkan circle pertemanan toxic, sering terjadi bullying pada remaja putri misal tentang berat badan kurang ideal sehingga remaja tersebut memilih untuk melakukan diet ketat yang berisiko terkena anemia. Selain perilaku diet, teman sebaya juga dapat mempengaruhi aktivitas fisik. Aktivitas fisik adalah bagian perilaku hidup bersih dan sehat. Remaja yang tidak rutin melakukan aktivitas fisik 4 kali lebih berisiko mengalami kejadian anemia dibandingkan remaja yang melakukan aktivitas fisik rutin.
Kementerian Kesehatan melakukan upaya penanggulangan anemia pada remaja putri, termasuk gaya hidup kekinian. Upaya ini difokuskan pada kegiatan promosi dan pencegahan. Kegiatan promosi diharapkan remaja putri memiliki pengetahuan mengenai pemenuhan gizi seimbang dan baik untuk tubuh, mengetahui gejala anemia, serta dampak yang akan terjadi. Pengetahuan yang baik akan membentuk sikap dan perilaku yang baik pula, khususnya dalam pemilihan makanan dan minuman ketika nongkrong di kafe. Saat gejala anemia terjadi, remaja bisa memeriksakan diri di pelayanan kesehatan terdekat sehingga dilakukan pengobatan agar tidak lebih parah.
Perlu menjadi perhatian khusus dari semua pihak untuk mencegah dan mengurangi kejadian anemia, termasuk dari remaja putri itu sendiri. Gaya hidup kekinian tetap bisa dilakukan oleh remaja putri, namun dengan memperhatikan beberapa hal yakni dalam pemilihan jenis makanan, waktu konsumsi makanan/minuman yang mengandung zat penghambat penyerapan zat besi, perilaku diet, dan aktivitas fisik (olahraga). Anemia pada remaja putri akan berimplikasi jangka panjang pada tahap kehidupan, karena remaja putri adalah calon ibu. Jika anemia belum teratasi akan meningkatkan risiko bayi mengalami stunting. Oleh karena itu, penting dilakukan penanganan sedini mungkin agar sebagian besar masalah terkait anemia dan berbagai risiko penyakit lainnya dapat dihindari.
Komentar