Penulis :
Putri Alya Fitriani, Ivan Derrick Sihombing, Grace Sirmauli Siallagan, Chalisa Okta Viani,Alini Sapitri
Mahasiswa S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat
FKM Universitas Sriwijaya
Editor : Putri Alya Fitriani, Ivan Derrick Sihombing, Grace Sirmauli Siallagan, Chalisa Okta Viani,Alini Sapitri
Salmonella adalah salah satu jenis bakteri penyebab penyakit yang terkait dengan makanan. Penyakit infeksi salmonella, atau disebut salmonellosis, membuat penderitanya mengalami gejala sakit perut, diare, demam, nyeri dan kram di perut. Infeksi salmonella mulai menjadi pembicaraan usai Food Standard Agency (FSA) Inggris menerbitkan peringatan terkait penarikan secara sukarela produk coklat merk Kinder Surprise pada tanggal 2 April 2022.
Penarikan yang diduga terkontaminasi bakteri Salmonella (non-typhoid) ini diikuti oleh sejumlah negara di Eropa, mulai dari Prancis, Jerman, Belanda, Swedia, dan Irlandia. Terkait hal ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia juga mengeluarkan rilis resmi untuk menghentikan peredaran produk Kinder Joy untuk mencegah merebaknya infeksi salmonella di Indonesia pada 11 April 2022.
Lantas, apa itu salmonella? Apakah infeksi bakteri ini berbahaya? Yuk, simak penjelasan selengkapnya pada artikel berikut.
Pengertian dan Data salmonellosis
Salmonellosis adalah penyakit yang di akibatkan bakteri salmonella pada saluran usus.penyakit ini dapat menular dari makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri salmonella. Salmonellosis adalah penyakit yang menular lewat konsumsi produk hewani atau biasa disebut food borne diases. Salmonellosis terdapat hampir diseluruh dunia.

sumber :https://www.verywellhealth.com/salmonella-prevention-1298788
Secara global, diperkirakan terdapat 153 juta kasus gastroenteritis akibat Salmonella setiap tahunnya. Pada pelancong, kasus salmonellosis ditemukan berisiko paling tinggi pada mereka yang berkunjung ke benua Afrika, dengan angka insidensi 25,8 kasus per 100.000 pengunjung. Sementara itu, pada populasi yang berkunjung ke benua Asia, didapatkan angka insidensi sebesar 5,8 kasus per 100.000 pengunjung.
Data terkait angka kejadian salmonellosis di Indonesia belum tersedia. Hal ini mungkin terjadi karena salmonellosis merupakan penyakit yang bersifat swasirna, sehingga penderitanya bisa saja tidak datang ke fasilitas kesehatan untuk memeriksakan diri lebih lanjut. Angka mortalitas akibat salmonellosis secara global mencapai 57.000 kematian setiap tahunnya.
Gejala dan Dampak Salmonellosis
Salmonellosis adalah penyakit akibat infeksi bakteri salmonella. Penyakit ini berupa flu perut yang memiliki gejala, seperti mual, muntah, sakit perut, diare, demam, badan panas dingin, sakit kepala, sampai ada darah dalam tinja. Tanda dan gejala salmonellosis biasanya berlangsung 2-7 hari.
Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi Salmonella yang berat adalah pecahnya atau robeknya dinding usus (perforasi usus) yang dapat menyebabkan peradangan pada selaput pembungkus dinding perut atau peritonitis.
Penyebab Salmonellosis
Penyebab utama terjadinya salmonellosis adalah infeksi bakteri jenis Salmonella yang mudah mengontaminasi melalui makanan, terutama daging unggas, daging sapi, telur, buah, bahkan susu. Pemasakan makanan bisa menurunkan risiko terjadinya infeksi bakteri Salmonella, tetapi tidak bisa menghilangkan risiko salmonellosis sepenuhnya.

Sumber : https://microbenotes.com/salmonellosis/
Penyebab Infeksi Salmonella
Bakteri Salmonella dapat hidup di usus manusia, hewan, dan unggas. Penularannya bisa melalui beberapa cara, antara lain:
1. Makanan yang terkontaminasi
Sebagian besar orang yang terinfeksi salmonella karena memakan makanan yang telah terkontaminasi. Beberapa jenis makanan yang umum terinfeksi salmonella adalah sebagai berikut : Daging mentah dan unggas setengah matang mulai dari ayam, burung, bebek, sapi, babi, dan kalkun, makanan laut yang dipanen dari air yang terkontaminasi, telur mentah dari ayam yang terinfeksi, mayones atau bahan lain buatan sendiri yang dibuat menggunakan dari telur mentah yang terkontaminasi, buah-buahan dan sayur-sayuran yang tidak dicuci, serta dairy product yang tidak dipasteurisasi seperti keju lunak, es krim, dan yogurt, chicken nugget dan selai kacang.
2. Tidak menjaga kebersihan seperti jarang mencuci tangan.
Memelihara hewan peliharaan seperti anjing, kucing, burung, dan reptil yang dapat membawa bakteri.
3. Konsumsi makanan mentah
4. Tidak mencuci bahan makanan sebelum mengolahnya
Faktor Risiko
Kemudian ada sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan terkena infeksi bakteri salmonella, diantaranya:
Anak-anak, terutama mereka yang berusia di bawah 5 tahun, lebih mungkin terkena salmonella daripada orang dewasa. Orang dewasa yang lebih tua dan orang dengan sistem kekebalan yang lemah. Riwayat perjalanan internasional di tempat dengan sanitasi yang buruk. Mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh
Memiliki penyakit radang usus karena dapat merusak lapisan usus sehingga salmonella lebih mudah bertahan.
Pencegahan dan Pengobatan
Meski salmonellosis berbahaya, namun masih bisa dicegah dan diobati. Dimulai dari menghindari konsumsi daging mentah / setengah matang, mencuci buah dan sayuran mentah, menjaga kebersihan permukaan dapur sebelum menyiapkan makanan. Pemasakan yang memadai dengan suhu pasteurisasi minimum 71.7 °C selama 15 detik diikuti dengan pendinginan segera pada suhu 3-4 °C atau pembekuan dalam waktu 2 jam dapat mengeliminasi Salmonella dari makanan. Selalu mencuci tangan dengan sabun dan tidak berbagi peralatan dapur untuk makanan mentah dan matang agar tidak terkontaminasi. Pada kasus salmonellosis ringan, penderita biasanya dapat mengobati sendiri di rumah, misalnya dengan rutin minum air putih dan menghindari minuman beralkohol seperti alkohol, kafein, susu, makanan berminyak dan pedas. Sementara itu, jika gejalanya parah,

Sumber : https://www.hancockcountyhealthdepartment.com/news/prevent-salmonella/
Demam tifoid masih merupakan masalah serius di seluruh dunia terutama pada wilayah yang sanitasinya buruk. WHO mencatat secara global bahwa insidensi demam tifoid adalah 21 juta kasus setiap tahunnya.Angka kematian insidensi global tersebut mencapai 1-4 % dan 90% kematian tersebut terjadi di Asia. Kasus-kasus pada daerah endemis cenderung untuk mengalami kegagalan pengobatan terhadap beberapa antibiotik yang disebut Multi-Drugs Resistance. Salmonella menyebabkan gastroenteritis dan demam tifoid, serta merupakan salah satu patogen utama yang ditularkan melalui makanan (foodborne pathogen), yang menjadi perhatian kesehatan masyarakat di negera-negara maju dan berkembang.

sumber :https://www.verywellhealth.com/salmonella-treatment-4164292
Dalam dua dasawarsa terakhir (sejak 1990), foodborne disease menjadi masalah penting dan terus berkembang dalam kesehatan masyarakat dan ekonomi di beberapa negara WHO memperkirakan 1.3 miliar kasus gastroenteritis akut atau diare per tahun terkait dengan non-tifoid salmonelosis dan menyebabkan kematian 3 juta manusia setiap tahunnya. Demam tifoid masih merupakan masalah serius di seluruh dunia terutama pada wilayah yang sanitasinya buruk. WHO mencatat secara global bahwa insidensi demam tifoid adalah 21 juta kasus setiap tahunnya. Angka kematian insidensi global tersebut mencapai 1-4 % dan 90% kematian tersebut terjadi di Asia. Kasus-kasus pada daerah endemis cenderung untuk mengalami kegagalan pengobatan terhadap beberapa antibiotik yang disebut Multi-Drugs Resistance. Survey tahun 2001 di Indonesia menunjukkan bahwa demam tifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit utama penyebab kematian dengan prevalensi 9.4% dengan 170.324 kasus.
Keamanan pangan secara mikrobiologis menjadi perhatian kesehatan masyarakat yang semakin meningkat di seluruh dunia. Beberapa studi epidemiologi menunjukkan bahwa pangan asal hewan merupakan media utama berkaitan dengan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh Campylobacter, Salmonella, dan Yersinia spp. Wabah foodborne disease di Uni Eropa pada tahun 2005, yaitu 64% wabah foodborne disease disebabkan oleh Salmonella (3406 dari 5355 wabah foodborne disease) dan diikuti oleh Campylobacter (9%; 312 dari 5344 wabah foodborne disease).

Sumber :https://mydokterhewan.blogspot.com/2016/04/studi-epidemiologi-wabah-outbreak.html

Sumber :https://mydokterhewan.blogspot.com/2016/04/studi-epidemiologi-wabah-outbreak.html
Komentar