Penulis:
Nanda Agustin, Muhammad Faaiz Aqiilah, Azra Asyifa Kamila, Sherin Andrea Putri, Andini Safitri
(Mahasiswa S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM Universitas Sriwijaya)
Editor: Andini Safitri

Sapi dan juga peternaknya yang terinfeksi antraks
Sumber: https://tirto.id/bagaimana-indonesia-harus-bertarung-dengan-antraks-eeSJ
Penyakit antraks merupakan salah satu penyakit yang sudah dikenal selama berabad-abad. Kuman antraks pertama kali diisolasi oleh Robert Koch pada tahun 1877. Meskipun penyakit alaminya sudah banyak berkurang, antraks menarik perhatian karena dapat digunakan sebagai senjata biologis. Antraks adalah salah satu penyakit zoonosis terabaikan (Neglected Zoonotic Disease) yang masih menjadi isu kesehatan global. Antraks merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Bacillus Anthracis. Biasanya menyerang hewan berdarah panas dan hewan herbivora, terutama hewan ternak seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan lain-lain. Antraks disebut juga radang lympha, demam lympha, penyakit arang, penyakit tanah, Woolsorter's Disease dan Rag Pickers Disease.
Pada manusia, infeksi alami antraks secara epidemiologis tergolong atas dua jenis, yaitu antraks yang umumnya terdapat di pedesaan, dimana antraks terjadi akibat kontak erat manusia dengan binatang atau jaringan binatang terinfeksi. Serta antraks di daerah industri, yang umumnya mengenai pekerja yang menangani wool, tulang, kulit, dan produk binatang lain. Antraks akibat kontak erat dengan binatang terinfeksi umumnya berbentuk antraks kulit, jarang berbentuk antraks saluran cerna. Antraks di daerah industri juga sebagian besar berbentuk antraks kulit, namun mempunyai risiko lebih besar mendapat antraks pulmonal dibanding daerah pedesaan.
Munculnya jaringan atau sel kulit berwarna hitam dikelilingi oleh kulit berwarna merah cerah akibat infeksi merupakan ciri khas penyakit antraks. Penyakit ini digolongkan sebagai Occupational Disease (penyakit akibat pekerjaan) terutama menyerang peternak, petani, pekerja dan dokter hewan yang biasa memproses kulit, bulu, tulang, dan bahan asal hewan lainnya. Namun, belum ada studi yang bisa membuktikan bahwa bakteri yang menjadi penyebab antraks bisa menular dari manusia ke manusia lainnya.

Bacillus anthracis
Sumber : https://images.app.goo.gl/EihZx5ULFfwZM6Ho9
Bakteri Bacillus anthracis menghasilkan spora tangguh yang dapat menyebabkan infeksi yang berpotensi mematikan pada manusia dan hewan. Semua jenis yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis ini masuk ke tubuh manusia dengan cara yang berbeda, setiap rute masuk mengarah ke serangkaian gejala yang unik, tergantung pada jenis infeksinya dan untuk sebagian besar bentuk, gejalanya muncul dalam waktu seminggu setelah terpapar Bacillus anthracis, tetapi gejala antraks inhalasi dapat memakan waktu lebih dari sebulan untuk berkembang.
Antraks yang terjadi di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta membutuhkan perhatian serius. Pasalnya, antraks di Gunung Kidul sudah pernah terjadi pada 21 Mei sampai 27 Juni 2019 di Kecamatan Karangmojo, sementara antraks yang baru-baru ini terjadi pada Desember 2019 merupakan kasus yang terjadi di Kecamatan Ponjong.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes dr. Anung Sugihantono, M.Kes mengatakan Kasus antraks yang ditemukan pada 28 Desember 2019 sampai 13 Januari 2020 di Gunung Kidul merupakan pengulangan kasus. Sebelumnya pada 21 Mei sampai 27 Juni 2019 ditemukan 3 kasus konfirmasi antraks kulit pada manusia.
Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta, Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul telah melakukan upaya terpadu dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY melakukan penyelidikan epidemiologi secara terpadu, penyuluhan dan skrining kepada seluruh warga masyarakat yang kontak dengan ternak yang mati/sakit.
''Dilakukan pengambilan sampel berupa swab atau usap luka dan serum darah pada 20 orang, penyiraman formalin di lokasi yang terduga tercemar, dan penyuntikan vaksinasi, antibiotic, serta vitamin pada seluruh hewan ternak (50 ekor sapi dan 155 ekor kambing),'' kata Dirjen Anung. Upaya penanganan yang dapat dilakukan apabila terjadi kasus antraks antara lain tidak mengonsumsi hewan ternak yang sakit atau mati mendadak. Hewan yang mati karena antraks agar segera dikubur dalam tanah minimal sedalam 2 meter. Selain itu, daging hewan yang disembelih karena sakit tidak boleh dibagikan kepada warga, dan khusus kepada peternak sapi dan kambing untuk memvaksin hewannya.
Jenis-jenis Antraks dan Cara Penularannya
Ada empat jenis, tergantung bagaimana penularannya.
Bentuk antraks yang paling umum adalah Antraks kulit, gejalanya diawali dengan adanya lepuh atau benjolan kecil pada kulit bersamaan dengan rasa gatal dan bengkak tanpa rasa sakit dengan pusat hitam pembengkakan di kelenjar getah bening dan jaringan di dekatnya. Ini dianggap sebagai bentuk paling ringan. Jika dilakukan pengobatan yang benar, tidak akan mematikan dan sebaliknya jika tidak dilakukan pengobatan akan berakibat fatal.
Antraks gastrointestinal, infeksi bisa berasal dari memakan daging mentah atau setengah matang dari hewan yang terinfeksi, gejalanya biasanya diawali dengan sakit perut ataupun diare, sering pingsan, demam dan menggigil, wajah dan mata merah, sakit tenggorokan, mual dan muntah, kehilangan selera makan, serta pembengkakan leher.
Antraks inhalasi, gejalanya dapat berupa rasa ketidaknyamanan di dada seperti kesulitan untuk bernafas, gejala mirip seperti flu, mual dan muntah, batuk darah, dan nyeri pada saat menelan, jika tidak segera dilakukan pengobatan maka akan berakibat fatal.
Antraks injeksi atau melalui suntikan, dapat ditandai dengan munculnya lecet/luka dan benjolan disekitar tempat suntikan, serta demam, hal hal tersebut dapat berkembang menjadi kegagalan pada beberapa organ dan meningitis, tergantung pada seberapa parah.

Sumber:https://docplayer.info/116130626-Laporan-belanja-jasa-konsultansi-perencanaan-pengendalian-%0A%0Apenyakit-hewan-menular-strategis-phms-di-kabupaten-bandung-barat-tahun.html
Antraks merupakan kegiatan dari penyakit zoonosis, penyakit ini biasanya mengkontaminasi lingkungan sekitar. Pada hewan ternak rumput menjadi potensi tinggi terkontaminasi penyakit ini, sapi yang mengkonsumsi rumput yang terpapar antraks inilah menyebabkan yang menyebabkan alur penyebaran antraks melalui urine, feses, dan lainnya. selain itu, antraks dapat menyebar melalui bangkai hewan yang terkontaminasi.
Dari kasus tersebut Pemerintah mempunyai sebuah program yaitu Program Biosekuriti, program ini bertujuan untuk mendeteksi dini dan mencegah segala kemungkinan penularan dan penyebaran penyakit antraks di masyarakat terutama di Kawasan peternakan.

Sumber :
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fpertanian.kulonprogokab.go.id
Program ini meliputi :
(1) Isolasi, jika ada ternak yang terkena penyakit antraks segera dipisakan dari ternak lainnya dan langsung diobati menggunakan antibiotik (Ciprofloxacin, Penicilin atau Doxycycline) dengan dosis yang sesuai. apabila hewan tersebut mati harus dikubur minimal sedalam 2 meter dan ditaburi kapur barus di dalamnya.
(2) Kontrol lalu lintas, memeriksa setiap ternak yang keluar dan masuk, memeriksa status vaksin dan kesehatannya. kontrol ini bertujuan untuk menghentikan dan memininalisir terkontaminasi penyakit baik itu terhadap hewan, peralatan dan pakan yang digunakan.
(3) Sanitasi kandang, pembersihan kandang dari kotoranternak berupa feses, urine dan lainnya, serta penyemprotan disinfektan dikandang bekas hewan yang mati.
(4) Vaksinasi ternak secara teratur.
Dari program tersebut kita selaku generasi muda Kesehatan masyarakat dapat membantu pemerintah menyebar luaskan program tersebut dengan cara melakukan kegiatan surveilans aktif pada masyarakat di daerah endemis antraks dan penyuluhan mengenai program Biosekuriti agar masyarakat dapat merefleksi kan dirinya dan ikut berperan aktif dalam menanggulangi penyakit antraks di wilayahnya.
Komentar