Kelompok 10:
1. Adzkiya Safitri (10011182025019)
2. Nabila Pitriya Putri (10011282025050)
3. Raenyta Melani Endika (10011282025084)
Pertimbangan untuk memutuskan memilih persalinan normal atau Caesar menjadi sebuah kegalauan bagi para ibu di zaman sekarang. Bagaimana tidak? Permintaan persalinan Caesar yang terus meningkat dari tahun ke tahun ternyata tidak sedikit membuat gejolak penasaran akan ada apa dibalik persalinan tersebut yang dijadikan para ibu sebagai pilihan yang mungkin paling tepat, bagi mereka. Jika biasanya caesar dilakukan saat kehamilan dinilai berisiko dan tak mampu ditangani oleh bidan, kini tak jarang persalinan caesar dipilih karena keingininan ibu sendiri. Lantas, apa benar caesar lebih unggul dibanding persalinan normal?
World Health Oganization (WHO) menetapkan indikator persalinan caesar di setiap negara berada pada angka 5%-15%. Namun, berdasarkan data dari Survey Nasional, dari 4.029.000 keseluruhan persalinan di Indonesia, angka persalinan caesar memiliki persentase 22,8% atau setara dengan 921.000 kasus pada tahun 2018. Bahkan Dinas Kesehatan menyatakan bahwa dalam 10 tahun kedepan terhitung dari tahun 2017-2018, persalinan caesar akan terus menerus mengalami peningkatan hingga mencapai 27% dari total keseluruhan persalinan.
Lalu, apa saja determinan sosial yang mempengaruhi ibu untuk lebih memilih menjalani persalinan dengan metode caesar?

https://www.google.co.id/amp/s/m.kumparan.com/amp/babyologist/cerita-seorang-ibu-yang-berbesar-hati-melahirkan-bayinya-secara-caesar-1rGGEuN3ZNn
Faktor Individu : Usia, Riwayat Melahirkan, dan Riwayat Keguguran
Usia ibu dapat mempengaruhi keputusan dalam memilih metode persalinan. Ibu yang berusia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun memiliki kecenderungan lebih besar untuk memilih caesar. Selain belum siap secara mental dan emosional, ibu yang berusia dibawah 20 tahun memiliki kecemasan bahwa melahirkan di usia yang muda akan meningkatkan risiko adanya komplikasi. Sedangkan pada ibu yang berusia diatas 35 tahun, sel telur kerap kehilangan kemampuan untuk menghasilkan hormon estrogen dan progesteron, sehingga rahim akan berkontraksi dan tidak maksimal (Yogatama dan Budiarti, 2017). Kehamilan berisiko lebih besar untuk terjadinya komplikasi, seperti preeklamsia, kerusakan organ, hingga keguguran.

Di sisi lain, riwayat keguguran dan riwayat melahirkan juga mempengaruhi seorang ibu untuk memilih operasi caesar. Seorang ibu yang pernah mengalami keguguran kerap memiliki rasa takut dan cemas berlebih bahwa mungkin saja janin akan kembali mengalami masalah. Belum lagi dengan faktabahwa wanita yang pernah mengalami keguguran memiliki kemungkinan lebih besar untuk kembali mengalami keguguran (Hidayati, 2014). Seorang ibu yang baru pertama kali melahirkan anak pertama juga lebih memilih caesar. Ibu menilai bahwa caesar adalah opsi yang lebih aman dan beranggapan bahwa persalinan normal adalah suatu hal yang dapat menjadi ancaman dan menakutkan (Mutiara dan Suci, 2006).
Faktor Sosial : Pendidikan, Ekonomi, Keluarga, dan Kepercayaan
Jika dilihat dari riwayat pendidikan, ibu yang telah lulus SLTA lebih memperhatikan perkembangan kehamilan, merasakan kuasa lebih untuk memilih metode persalinan, dan cenderung merasa ceasar lebih aman. Terlebih bagi ibu yang bekerja, caesar menjadi pilihan tepat untuk dapat lebih menghemat waktu pemulihan agar dapat langsung bekerja dan memilikiwaktu lebih banyak untuk bersantai, mengingat seorang pegawai terikat dengan waktu dan memiliki jadwal untuk segera kembali bekerja. Takjarang ibu yang menginginkan Caesar juga terpengaruh dari keluarga, kerabat ataupun teman terdekat yang mengasumsikan bahwa persalinan normal menjadi hal yang agak menyeramkan.
Disisi lain, ada pula satu unsur yang kerap tidak menjadi sorotan, namun juga turut dijadikan pertimbangan dalam pemilihan caesar, yakni kepercayaan mengenai tanggal lahir yang baik dan cantik (Pratama, 2020). Beberapa ibu meyakini bahwa anakharus lahir pada waktu dan hari yang tepat untuk bisa memperoleh rezeki yang lebih lancar, mendapatkan keberkahan, dan mampu menjalani kehidupan dengan baik dan bahagia (Ayuningtyas et al, 2018). Seperti halnya di Bali, tren pemilihan operasi caesar dilakukan ibu agar dapat mengatur waktu kelahiran anak (pawetonan) yang dianggap sebagai hari-hari baik tertentu (subha dewasa).
“Kalau tidak bisa dimajukan, mereka ingin hari kelahiran anaknya bisa diundur, yang jelas tidak sampai lahir di hari tersebut (hari yang dihindari),” ucap Direktur RSUD Klungkung, drNyoman Kesuma (dalam NusaBali.com, 2017).
Faktor Tenaga Kesehatan : Asimetri Informasi dan Jumlah Tenaga Kesehatan
Tak bisa dipungkiri bahwasannya sangat banyak informasi-informasi diluaran sana yang mungkin juga menjadi salah-satu faktor penyebab para ibu memilih persalinan caesar. Belum lagi banyak dari para ibu tidak memiliki cukup informasi atau pengetahuan mengenai masing-masing metode persalinan. Ketimpangan informasi dari satu pihak inilah yang biasanya dikenal dengan istilah asimeteri informasi. Pada akhirnya, tidak adanya keinginan atau akses untuk mendapat informasi, menjadikan ibu abai dan lebih memilih menyerahkan mempercayakan segalanya, termasuk keputusan pemilihan metode persalinan pada pihak tenaga kesehatan tanpa adanya pertimbangan pribadi.
Jumlah tenaga kesehatan juga menjadi faktor dalam memilih persalinan caesar. Seperti halnya angka persalinan caesar yang tinggi di kota-kota besar, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia sangat mendukung ibu untuk bisa meminta metode persalinan caesar. Ditambah dengan jumlah RS Swasta yang tersebar luas tentu mengarah pada lebih lengkapnya alat penunjang, fasilitas, serta tenaga medis.
Terlepas dari adanya alasan-alasan tersebut, operasi caesar pada dasarnya dilakukan berdasarkan arahan dari SPOG ataupun kebidanan sebagai opsi terakhir jika persalinan pervaginaan (persalinan normal) tidak memungkinkan untuk dilakukan dan demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang memungkinkan akan terjadi pada proses persalinan ibu. Ada beberapa indikasi medis yang menjadi alasan mengapa pada akhirnya operasi caesar harus dilakukan, seperti bayi berada dalam posisi sungsang, plasenta menutupi jalan lahir (plasenta previa), ibu terinfeksi HIV, memiliki riwayat penyakit jantung dan diabetes, preeklamsia, serta pernah melakukan operasi pada rahim.
Namun, berdasarkan keputusan PB IDI No 221/PB/A-4/04/2022 yang tertera pada Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) menyebutkan bahwa dokter harus menghormati pilihan pasien. Pada Pasal 7c aturan tersebut berbunyi: dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak sejawat, hak tenaga kesehatan lainnya, dan menjaga kepercayaan pasien. Ini berarti mau tak mau dokter seharusnya menghormati pilihan ibu hamiluntuk melahirkan dengan metode apapun yang mereka inginkan namun dengan tetap mempertimbangkan untuk menyetujui permintaan tersebut dengan tetap memperhatikan keselamatan pasien.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat terlihat bahwa umumnya caesar lebih dipilih karena anggapan bahwa caesar jauh lebih aman, sedangkan normal terasa menakutkan dan menyakitkan. Meskipun begitu, tentu beberapa komplikasi juga dapat terjadi pada persalinan caesar, mulai dari embolisme paru dan deepveinthrombosis, infeksi puerperal, ruptur uteri pada kehamilan berikutnya, dan pendarahan akibat terbukanya cabang-cabang atonia uteria saat proses pembedahan (Salfariani dan Nasuition, 2012).

Sumber: Katadata
Angka kematian Ibu (AKI) merupakan jumlah kematian ibu selama masa kehamilan hingga pasca melahirkan yang disebabkan kehamilan, persalinan atau pengelolaannya dan tidak disebabkan kecelakaan di setiap 100.000 kelahiran hidup. Kelahiran Caesar adalah alternatif terakhir dalam persalinan, dikarenakan faktor resiko yang tinggi. Walaupun resikonya tinggi, angka kelahiran Caesar mengalami peningkatan signifikan, khususnya di Indonesia. WHO menetapkan standar persalinan Caesar suatu negara berkisar 5-15 persen per seribu kelahiran di dunia. Seksio sesaria bukanlah suatu hal yang harus dihindari, bahkan banyak penelitian yang menunjukkan bahwa seksio sesaria memiliki pengaruh positif terhadap penurunan angka kematian ibu, namun dalam batas tertentu sebagaimana yang telah disampaikan oleh WHO yaitu seksio sesaria diatas 30% tidak bisa lagi dihubungkan dengan penurunan kematian ibu. Berdasarkan hasil analisis SDKI 2017 dari Yogatama & Budiarti (2020) diketahui 13,8% persalinan pada perempuan tanpa komplikasi/penyulit kehamilan dilakukan secara seksio caesarea.
Perbandingan Pesalinan Caesar di Negara Maju dan Berkembang
Operasi caesar adalah salah satu prosedur medis paling umum di banyak negara di dunia. Ini bisa menjadi intervensi menyelamatkan nyawa untuk wanita dengan kehamilan dan kelahiran yang rumit, tetapi caesar bukan tanpa risiko. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa sekitar 10-15 persen kelahiran membutuhkan bedah caesar karena komplikasi. Tetapi ada "peningkatan yang mengkhawatirkan" dalam penggunaan C-section di seluruh dunia, seperti yang diperingatkan para ahli dalam sejumlah makalah yang diterbitkan di Lancet. Secara global, 21 persen bayi dilahirkan melalui caesar - hampir dua kali lipat dalam 15 tahun.. Tetapi di beberapa negara, lebih dari 50 persen bayi dilahirkan melalui operasi caesar. Sementara tingkat operasi caesar yang tinggi terlihat di negara-negara sosio-ekonomi tinggi, prosedur ini semakin banyak digunakanoleh wanita yang lebih sejahtera dan terdidik di daerah perkotaan dari negara berpenghasilan rendah hingga menengah. Banyak kelahiran di negara-negara seperti Brasil, yang memiliki tingkat caesar tertinggi kedua, adalah berisiko rendah.
Kesimpulan
Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar dan dapat melahirkan bayi dengan sempurna. Persalinan bisa berjalan secara normal, namun sekarang tidak jarang dilakukan dengan Sectio caesarea. Angka tindakan operasi sectio caesarea di Indonesia sudah melewati batas maksimal standard WHO. Proporsi kelahiran melalui Sectio Caesarea dalam dekade terakhir, telah meningkat dengan pesat. Ini adalah fenomena multifaktorial yang berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi dan budaya. Sectio Caesarea telah menjadi prosedur yang sangat aman di banyak bagian dunia hingga dianggap hampir sempurna. Alasan dari kejadian peningkatan kasus ini adalah ketakutan akan rasa sakit saat melahirkan termasuk rasa sakit akibat kontraksi rahim, kemudahan untuk menjadwalkan kelahiran pada saat yang paling cocok untuk keluarga atau profesional kesehatan, atau karena dianggap kurang traumatis untuk.
Komentar