oleh

Mewabahnya Covid-19, Kasus TBC di Indonesia Terabaikan

-Opini, dibaca 427 x

Penulis:

Asya Zahra Izzati
Athiyah Ashillah
Retta Patresia Sianturi
 
Editor: Anisa Nur Janah
 
 
"Saya takut pergi ke rumah sakit. Nanti malah dikira COVID-19. Jadi Saya pikir nanti saja berobatnya setelah pandemi selesai" pernyataan dari seorang penderita TBC, Pak Yudi yang dikutip dari situs FK UI.                     
 
Menurut laporan Kemenkes, pada tahun 2020 terdapat 351.936 kasus TBC yang ditemukan. Jumlah tersebut menurun tajam jika dibandingkan dengan penemuan kasusupada tahun 2019 yang menncapai 568.987 kasus. 
 
Penemuan atau screening TBC terganggu akibat adanya kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hingga PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang membatasi aktivitas masyarakat termasuk upaya screening TBC. Tidak hanya itu, pengiriman sampel sputum (dahak) juga terhambat pada saat awal pandemi. Salah satu contoh kasus gangguan pencatatan kasus TB selama pandemi COVID-19 terjadi di Kalimantan Barat. Pada tahun 2019 ditemukan sebanyak 8.364 kasus dan menurun menjadi 6.341 kasus pada tahun 2020.
 
Determinan sosial yang menjadi alasan mengapa angka prevalensi penyakit TBC mengalami penurunan selama pandemi COVID-19

Faktor Individu
 
"Tidak mudah di pandemi ini untuk membuat orang-orang yang terpapar TBC melakukan skrining …Orang pada takut sendiri ke faskes." ujar salah satu kepala dinas kesehatan di kota Semarang [4]. Gejala yang ditimbulkan COVID-19 seperti batuk, hilangnya nafsu makan, hingga demam membuat banyak kalangan masyarakat sulit membedakan antara penyakit COVID-19 atau TBC sehingga banyak masyarakat enggan untuk melakukan skrining TBC di pelayanan kesehatan.
 
(Sumber : https://tbindonesia.or.id/pustaka-tbc/dashboard-tb/)
 
Berdasarkan data yang diambil dari Dashboard TBC Indonesia, angka pasien yang menjalankan pengobatan pada tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 10% dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat penderita TBC yang mengalami kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan dan takut tertular COVID-19 apabila pergi ke tempat fasilitas kesehatan khususnya yang menangani pasien COVID-19.
 
Kebijakan Pemerintah

Upaya pemerintah Indonesia dalam menghadapi kasus TBC mengalami perubahan selama pandemi COVID-19. Pada 30 Maret 2020, Kemenkes mengeluarkan kebijakan terkait sistem pelayanan kesehatan pada pasien TB. Dalam Surat Kemenkes Nomor PM.01.02/1/866/2020 perihal Protokol tentang Pelayanan TBC selama masa Pandemi COVID-19 menyatakan bahwa upaya pelacakan kasus TB di Indonesia harus mengalami penundaan dan hanya berfokus pada pengobatan para pasien.
 
Faktor pelayanan kesehatan
 
Setelah ditemukannya kasus COVID-19 pertama di Indonesia, pemerintah segera membuat kebijakan guna menghadapi penyakit tersebut agar masyarakat dapat terlindungi dari penyebaran coronavirus. Hal ini mengakibatkan adanya pengalihan fungsi para tenaga kesehatan yang sebelumnya menangani kasus TBC. Sehingga para penderita pasien TBC banyak mendapatkan rujukan ke pelayanan kesehatan lainnya agar tetap menjalani pengobatan.
 
Selain itu, fasilitas laboratorium rumah sakit juga mengalami hambatan dalam memberikan pelayanan diagnostik karena digunakan untuk melakukan pemeriksaan pasien COVID-19. Oleh karena itu, tidak sedikit para penderita TBC memilih untuk menunda pemeriksaan ke pelayanan kesehatan.
 
Lingkungan Sosial & Ekonomi
 
Pandemi COVID-19 tidak hanya memberikan dampak buruk terhadap sektor kesehatan, tetapi juga sektor ekonomi. Masyarakat mengalami kesulitan dalam mencari pemasukan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga banyak masyarakat yang merupakan penderita TBC lebih memilih untuk menunda pengobatan.
 
Dana bantuan yang sebelumnya diselenggarakan oleh pemerintah untuk membantu penderita TBC dari kalangan masyarakat berpenghasilan rendah mengalami penundaan, karena adanya alih fungsi untuk para pasien COVID-19. Hal ini menjadi kesulitan tersendiri bagi para penderita TBC.
 
Selain itu, banyak masyarakat berspekulasi bahwa orang yang menderita gejala batuk merupakan penderita COVID-19. Hal ini menimbulkan rasa takut bagi para penderita TBC yang belum terdeteksi untuk melakukan pemeriksaan.
 
Saran dan Kesimpulan dari Penulis
 
Sempat terabaikan selama pandemi COVID-19 membuat penemuan kasus TBC mengalami penurunan dimana hal ini diakibatkan oleh berbagai faktor determinan sosial seperti faktor individu yang kurang pengetahuan, faktor kebijakan pemerintah, faktor pelayanan kesehatan yang berubah akibat adanya COVID-19, hingga faktor sosial dan ekonomi masyarakat yang mengakibatkan terjadinya penularan dan kenaikan kasus TBC di Indonesia.
 
Dalam mengatasi permasalahan tersebut, segala aspek seperti pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat harus bekerja sama agar tidak mengabaikan TBC di tengah pandemi COVID-19 yang belum usai ini. Selain itu, pandangan tenaga kesehatan tentang gejala pasien TBC yang hampir sama dengan gejala COVID-19 hendaknya diubah. Alangkah baiknya para tenaga kesehatan bisa mulai menerapkan bahwa “Pasien
 
TBC, bukan COVID-19”. Kedua gejala penyakit ini memang sama, tetapi hendaknya pasien yang mengeluhkan gejala tersebut tetap ditindak lanjuti hingga bisa mendapatkan penanganan yang tepat. Kemudian saat ini kita telah memasuki masa era baru pasca pandemi COVID-19 (new normal), harapannya penemuan kasus TBC yang sempat terhambat karena masalah pandemi bisa segera teratasi sehingga pasien kasus baru TBC dapat segera diberi penanganan lebih lanjut.
 
Gambar Irisan
 
Sertifikat
Sertifikat kampung English
Piagam 3

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Komentar

0 comments