oleh

Diabaikan! Kenali Ancaman Diabetes di Masa Pandemi COVID-19

-Opini, dibaca 575 x

Penulis :

Muti'ah Dinillah, Tyas Rahmawati, Zulfa Khairunnisa

Editor : Muthia Hana Fauziyyah
 
 
Bu Siti adalah ibu rumah tangga berusia 50 tahun. Ketika berkumpul dengan para tetangga, mereka mengatakan bahwa Bu Siti terlihat kurus. Bu Siti menyadari bahwa berat badannya tidak bertambah, tetapi sering merasa lapar. Lalu ia juga sering terbangun saat tidur di malam hari untuk buang air kecil. Akhirnya setelah anaknya (Sari) mencari gejala yang dialami Bu Siti di internet, ditemukan bahwa gejala-gejala tersebut merupakan gejala penderita diabetes. 
 
Setelah mengetahuinya, Bu Siti pergi ke puskesmas dan melakukan tes gula darah. Hasil tes gua darah tersebut menunjukkan angka 260 mg/dl, sehingga dapat dikatakan Bu Siti menderita diabetes. Bu Siti diminta rutin untuk meminum obat untuk mengontrol gula darahnya. Setiap satu bulan sekali, Bu Siti juga harus pergi ke puskesmas untuk membeli obat diabetes. Namun, konsumsi obat diabetes Bu Siti tidak berjalan rutin karena lonjakan kasus COVID-19 yang membuat Bu Siti menjadi takut untuk pergi ke puskesmas, terlebih pendapatan suaminya menurun dikarenakan kebijakan pemerintah yang membatasi mobilitas masyarakat. Ia merasa pendapatan yang dihasilkan suaminya lebih penting untuk kebutuhan pokok lain dibanding membeli obat untuk mengontrol gula darahnya. 
 
Ilustrasi di atas adalah salah satu contoh kasus penderita diabetes yang terlambat mengetahui bahwa dia adalah seorang penderita diabetes. Pandemi yang terjadi juga berdampak pada konsumsi obat diabetes Bu Siti, sehingga gula darahnya menjadi tidak terkendali dengan baik.
 
Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia
 
Pada tahun 2006, World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan gula darah tinggi yang disebut hiperglikemia, dengan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang tidak normal disebabkan oleh gangguan produksi insulin yang kurang optimal. Pada tahun 2021, negara Indonesia menempati urutan kelima dengan 19,47 juta penderita diabetes dengan jumlah penduduk 179,72 juta jiwa. Berarti prevalensi diabetes Negara Indonesia sebesar 10,6%. 
 
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan angka diabetes di Indonesia, yaitu :
 
 
Faktor Individu :
 
Stigma individu masyarakat terkait COVID-19 dapat menjadi faktor penyakit diabetes mengalami peningkatan di Indonesia. Masyarakat beranggapan pelayanan kesehatan sebagai tempat penyebaran COVID-19 yang menimbulkan stigma takut untuk berobat dan mendapat perawatan, salah satunya untuk penyakit diabetes itu sendiri. Infeksi COVID-19 yang melanda membuat pelayanan terhadap penyakit lainnya terhambat sehingga pemantauan terhadap skrining diabetes juga terbatas. Selain itu, penderita diabetes biasanya tidak dibawa keluarganya ke rumah sakit karena terkendala biaya.
 
Sedentary lifestyle atau bisa disebut gaya hidup kurang gerak menjadi masalah kesehatan serius di masa pandemi COVID-19. Kesempatan bersosialisasi yang terbatas memicu rasa bosan dan mempengaruhi tingkat stress di masyarakat, yang kemudian beralih mengonsumsi alkohol dan rokok yang dipercaya dapat menghilangkan stress. Padahal keduanya dapat memicu penyakit diabetes.
 
Faktor sosial-ekonomi :
 
Gaya hidup yang dipilih oleh seseorang tak akan lepas dari tingkat ekonomi maupun keadaan lingkungan sosialnya. Dilansir dari merdeka.com, seorang sosiolog Universitas Indonesia, Roby Muhamad menyebutkan bahwa diabetes berhubungan dengan kondisi sosial. Perilaku seorang individu itu dapat dibentuk dari komunitasnya. Jika komunitas seorang individu tersebut tidak sehat, maka individu yang berada di dalamnya juga ikut berperilaku tidak sehat. Tingkat pendapatan yang rendah membuat konsumsi insulin bagi penderita diabetes tipe 1 menjadi tidak rutin. Begitu pula dengan konsumsi obat yang sering diabaikan. Tingkat ekonomi menengah-atas juga dapat menjadi faktor risiko diabetes melitus. Hal ini karena pendapatan mereka yang cukup membuat mereka abai akan kesehatan dan mengonsumsi makanan yang dapat meningkatkan kadar gula dalam darah, misalnya konsumsi makan-makanan manis, alkohol, serta makan makanan berminyak.
 
Faktor Tenaga Kesehatan dan Kebijakan Pemerintah :
 
Munculnya pandemi COVID-19 dua tahun terakhir membuat fokus perhatian pemerintah, penyedia layanan kesehatan dan tenaga kesehatan untuk menghentikan kasus COVID-19. Kebijakan pemerintah untuk membuat masyarakat tetap berada di dalam rumah menjadi salah satu faktor meningkatnya prevalensi diabetes melitus. Karena masyarakat kurang bergerak aktif, pergerakan mobilitas pun membuat para penderita diabetes melitus terhambat mendapatkan obat maupun insulin karena fasilitas pelayanan kesehatan menjadi tempat rawan untuk tertular COVID-19. Selain itu, tidak adanya penyuluhan ataupun skrining pemeriksaan gula darah yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kepada masyarakat menjadi salah satu penyebab diabetes melitus tidak terdeteksi di antara masyarakat. Upaya pemerintah dan tenaga kesehatan yang masih kurang dalam penanggulangan diabetes menjadikan diabetes melitus terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. 
 
Saran dari penulis
 
Dalam rangka mencapai target zero (0) increase oleh WHO, yakni menurunkan prevalensi diabetes di Indonesia, tentu membutuhkan pendekatan baru yang efektif untuk mencegah penyakit diabetes. Dari beberapa faktor yang disebutkan, edukasi terhadap masyarakat mengenai pencegahan diabetes perlu ditingkatkan. Masyarakat perlu mengetahui bahwa pelayanan kesehatan sangat aman untuk mendapatkan pemeriksaan maupun perawatan penyakit diabetes di masa pandemi COVID-19. Perawatan penyakit diabetes untuk masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi dapat diatasi dengan jaminan kesehatan sesuai indikasi, sehingga semua jenis pemeriksaan, perawatan, dan terapi diabetes akan terjamin.
 
Pemerintah juga perlu menetapkan kebijakan pemantauan untuk skrining diabetes di masa pandemi COVID-19 agar tidak terabaikan, karena penyakit diabetes merupakan penyakit komplikasi yang dapat meningkatkan risiko kematian bagi penderita COVID-19. Kebijakan pembatasan kegiatan yang diterapkan pemerintah untuk mencegah penyebaran COVID-19 harus diikuti dengan edukasi masyarakat untuk tetap menjaga pola hidup sehat dan menjauhi sedentary lifestyle untuk mencegah terjangkitnya penyakit komplikasi seperti diabetes.
 
Sertifikat
Sertifikat kampung English
Piagam 3

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Komentar

0 comments