Penulis :
Alliyyudhia Syifa Larissa, Ersi Lois Nadelah, Gea Salsabila
Editor : Ullya Fitri Samsuri
E-mail : samsuriullya@gmail.com
Mengutip dari Kompas TV, ada sebuah kasus yang dialami oleh seorang wanita paruh baya dengan inisial T-S. Ia telah menderita penyakit kusta sejak remaja, meski telah dinyatakan sembuh sejak tahun 1992 oleh dokter, Ia harus hidup cacat yang disebabkan oleh kusta. Ia harus merelakan kedua kaki dan jari-jari pada kedua tangannya. Sampai saat ini, Ia telah sembuh dari kusta, Ia masih mendapatkan stigma negatif dan diskriminasi dari masyarakat sekitarnya.
“Eman cacat itu gak bakal hilang, yang namanya cacat masak bisa kita sambung, kan enggak. Tapi penyakitnya itu sudah hilang, sudah sembuh, kita kan udah minum obat kusta.makanya saya mohonlah jangan ditakuti sama kusta itu. Jangan ditakuti, saya mohon.kasihan anak-anak kita, orang tua kita dianggap monster… ditakuti sama orang-orang.” Ujar T-S.
Apa Itu Kusta?
Kusta adalah penyakit infeksi bakteri kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi, jaringan kulit, dan saluran pernafasan. Kusta ditandai dengan lemah atau mati rasa dibagian tungkai dan kaki, lalu munculnya lesi pada kulit yang berwarna pucat terang. Kusta memang menyebar melalui percikan ludah maupun dahak ketika penderita kusta sedang batuk dan bersin. Namun penularan kusta terjadi jika seseorang terkena percikan droplet dari penderita kusta secara terus-menerus dalam waktu yang lama.
Kusta merupakan penyakit yang tidak mudah menular ke orang lain. Bakteri ini juga membutuhkan waktu yang lama untuk berkembang biak di dalam tubuh penderita. Seseorang tidak akan tertular kusta hanya karena bersalaman, duduk berdekatan, ataupun memeluk si penderita kusta.
Apa Itu Stigma dan Kaitannya dengan Kusta?
Stigma masyarakat sangat mempengaruhi kehidupan pasien kusta baik psikologis maupun mental, karena mereka merasa tidak diterima dan dikucilkan oleh masyarakat. Banyak pasien kusta merasa malu untuk bersosialisasi ataupun bergaul dengan masyarakat sekitar mereka karena kecacatan yang ditimbulkan dari penyakit kusta itu sendiri. Penderita kusta lebih banyak berdiam diri dan bersembunyi di rumah karena perlakuan diskriminasi yang mereka terima dari masyarakat.
Karena mereka hanya berdiam diri di rumah membuat mereka tidak mendapatkan pengobatan yang maksimal sehingga kondisi menjadi semakin parah sampai terjadi cacat permanen. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari perlakuan diskriminasi terhadap penderita kusta terjadi saat mencari pekerjaan, beribadah, menggunakan kendaraan umum, dan lainnya. Hal tersebut dapat membuat penderita kusta mengalami tekanan psikis. Kondisi inilah yang membuat pengobatan penyakit kusta terhambat, sehingga angka penyakit kusta semakin meningkat setiap tahunnya.
Bentuk Stigma dan Diskriminasi yang Diterima oleh Penderita Kusta
Banyak bentuk stigma dan diskriminasi yang diberi oleh masyarakat kepada penderita kusta yaitu, masyarakat menyebut penyakit kusta adalah kutukan dari Tuhan, maka saat melihat seseorang yang menderita kusta itu adalah sebuah karma mungkin mereka pernah berbuat jahat terhadap seseorang.
Bagi Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) dan mengalami disabilitas maka stigma negatif akan terus melekat seumur hidup mereka. Serta OYPMK maupun yang sedang menderita kusta banyak yang tidak diterima oleh masyarakat karena takut tertular penyakit kusta ini. Penderita kusta sangat kesulitan untuk bersosialisasi karena mereka dikucilkan dan tidak diterima oleh masyarakat karena kecacatan mereka. Penderita kusta juga sangat susah untuk mendapatkan kerja, mereka dianggap tidak bisa melakukan suatu pekerjaan dan akan menghambat pekerjaan mereka nantinya.
Faktor yang Mempengaruhi Stigma dan Diskriminasi Kusta
Beberapa faktor yang mempengaruhi stigma dan diskriminasi yang menjadi penghambat sembuhnya kusta dilihat dari Social Determinants of Health adalah sebagai berikut:
Faktor Individu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Anwar & Syahrul, 2019), beberapa faktor individu yang dilakukan oleh pasien kusta, antara lain:
a. Kurangnya kepercayaan dan malu untuk datang ke pelayanan kesehatan karena mereka takut akan ditolak untuk mendapatkan pelayanan di layanan kesehatan.
b. Banyaknya diskriminasi yang didapat oleh penderita kusta sehingga mereka malu dan tidak percaya diri bersosialisasi kepada masyarakat.
c. Takut diasingkan oleh masyarakat sekitar karena kondisi penderita kusta yang cacat.
Faktor Pelayanan Kesehatan
Faktor yang berasal dari pelayanan kesehatan salah satunya adalah oknum petugas yang masih takut dengan penderita kusta. Mereka yang takut pada pasien penderita kusta menyebabkan keterlambatan dalam proses pengobatan. Penelitian yang dilakukan oleh (Widya Aulia, 2019), menunjukkan bahwa pasien kusta ditolak kehadirannya saat berkunjung di instansi kesehatan. Bahkan, petugas kesehatan memandang rendah penderita kusta dan diperlakukan tidak baik saat diperiksa.
Faktor Pengetahuan
Masyarakat memiliki pemahaman yang rendah mengenai penyakit kusta sehingga menimbulkan stigma di lingkungan sosial. Penelitian yang dilakukan oleh (Widya Aulia, 2019) , mengatakan bahwa beberapa stigma yang terbentuk di masyarakat antara lain, kusta dianggap penyakit menular yang menakutkan, tidak bisa disembuhkan, dan penyakit yang tidak steril. Hal ini dipertegas dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hannan et al., 2021), bahwa stigma masyarakat terhadap penyakit kusta disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan adanya perasaan takut. Masyarakat perlu diberikan informasi bahwa penyakit kusta dapat disembuhkan dan kecacatan kusta dapat dicegah dengan segera melakukan pengobatan ke puskesmas/layanan kesehatan lainnya.
Gambar 1. Irisan-irisan Determinan Sosial yang Mempengaruhi Stigma dan Diskriminasi Kusta
Berdasarkan poin-poin diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor seperti individu, pelayanan kesehatan dan pengetahuan dapat mengakibatkan stigma dan diskriminasi dari masyarakat sehingga penderita kusta enggan untuk mendapatkan
pengobatan ke pelayanan kesehatan. Akibatnya, pengobatan kusta terhambat dan risiko kecacatan pun meningkat.
Solusi untuk Stigma dan Diskriminasi Penderita Kusta
Perlu kita sadari bahwa penderita kusta juga memiliki derajat yang sama dengan orang lain. Mereka memiliki hak untuk hidup dengan nyaman dan tenang tanpa mendapatkan perlakukan yang tidak mengenakkan. Penderita kusta tentu saja juga memiliki hak untuk mendapatkan pekerjaan dan pendidikan yang layak untuk keberlangsungan hidup. Menderita penyakit kusta bukanlah alasan yang tepat untuk mereka kehilangan pekerjaan dan menuntut ilmu setinggi-tingginya.
Disisi lain, pentingnya peran petugas kesehatan untuk melakukan sosialisasi mengenai kusta, baik kepada penderita maupun masyarakat. Sehingga, mereka memiliki pemahaman yang baik mengenai kusta dan penderita dapat membuat keputusan yang bijak, agar dapat menghindari komplikasi yang lebih parah.
Kebijakan Pemerintah Dalam Menanggulangi Stigma dan Diskriminasi Kusta
Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Kusta, promosi kesehatan merupakan salah satu upaya kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Upaya promosi kesehatan ini bertujuan untuk:
1. Mempengaruhi individu, keluarga, dan masyarakat untuk penghapusan stigma dan menghilangkan diskriminasi pada penderita maupun mantan penderita kusta;
2. Mempengaruhi pemangku kepentingan terkait untuk memperoleh dukungan kebijakan Penanggulangan Kusta, khususnya penghapusan stigma dan diskriminasi, serta pembiayaan.
Sasaran promosi kesehatan dalam kegiatan Penanggulangan Kusta yaitu penderita kusta, keluarga, masyarakat termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh publik, organisasi kemasyarakatan, kader, tenaga kesehatan, penentu kebijakan, dan pemangku kepentingan.
Penguatan Peran Serta Masyarakat dan Organisasi Kemasyarakatan
Penyebarluasan informasi tentang Kusta untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi Kusta, sehingga perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat agar mendapatkan pemahaman yang
benar tentang Kusta. Dengan berbagai upaya tersebut, pemerintah dan masyarakat merupakan kunci utama dalam menghilangkan stigma dan diskriminasi kusta. Mari kita hilangkan stigma dan diskriminasi serta mulai mengedukasi diri kita mengenai penyakit kusta, sehingga pasien kusta mendapatkan perlakuan yang setara dan menikmati haknya untuk mendapatkan pelayanan yang adil di fasilitas kesehatan.
Referensi:
Anwar, N., & Syahrul. (2019). Pengaruh Stigma Masyarakat terhadap Perilaku Pasien Kusta dalam Mencari Pengobatan: Sebuah Tinjauan Sistematis. Jurnal Ners Dan Kebidanan, 6(2), 173– 181. https://doi.org/10.26699/jnk.v6i1.ART.p173-181
Hannan, M., Hidayat, S., & Sandi, M. N. (2021). Stigma Masyarakat Terhadap Kusta di Kecematan Batuputih Sumanep. Wiraraja Medika: Jurnal Kesehatan, 11(2), 86–92.
Widya Aulia, P. (2019). Stigma Terhadap Penderita Kusta (Studi Tentang Bentuk Stigma dan Reaksi Terhadap Stigma yang Dialami Penderita Kusta dalam Proses Pengobatan di Kabupaten Mojokerto). Jurnal Unair, 8(2), 1–14.
Komentar