oleh

Beli beras, gula dan rokok: Sadar Tidak Sadar, Keluarga Mendukung Perilaku Merokok

-Opini, dibaca 932 x

Penulis :

Reski Aprilia, Annisya Yuda Septiani dan Ahda Sabila

Editor : Muthia Hana Fauziyyah
 
 
Suatu pagi, Bu Ani pergi belanja bulanan untuk membeli kebutuhan pokok, seperti beras, gula, dan kebutuhan lainnya termasuk rokok titipan Pak Budi. Sepulang berbelanja, Bu Ani menyadari bahwa rokok titipan suaminya lupa dibeli. Bu Ani pun segera memberitahukan hal tersebut kepada suaminya. Mendengar hal tersebut, Pak budi pun emosi dan langsung menyuruh anaknya (Andi) untuk membelikan rokok di warung. 
 
Andi langsung menolak perintah Pak Budi. Selain karena saat itu ia sedang sibuk mengerjakan PR, Andi juga telah mengetahui betapa bahayanya rokok bagi kesehatan. Sehingga bukannya menuruti perintah Pak Budi, Andi malah menceramahi ayahnya tentang bahaya merokok, yang mana tidak hanya bedampak pada kesehatan ayahnya saja tetapi juga orang-orang disekitar termasuk ibu dan dirinya sendiri. Pak Budi yang sudah kecanduan rokok tidak menerima nasihat anaknya dan semakin emosi.
 
Berdasarkan ilustrasi diatas, terlihat bahwa Pak Budi sudah mengetahui bahaya merokok, tetapi hal itu tidak menjadi alasan Pak Budi untuk berhenti merokok. Lingkungan turut memberikan pengaruh yang besar terhadap perilaku merokok, terutama lingkungan terdekat yaitu keluarga. Pada kenyataannya, dalam kehidupan sehari-hari anggota keluarga secara sadar tidak sadar mendukung adanya perilaku merokok dalam keluarga. Hal ini terlihat dari bagaimana rokok sudah menjadi hal yang wajib dibeli bersamaan dengan bahan makanan pokok lainnya. Fenomena anak ataupun istri membeli rokok diwarung pun sudah bukan menjadi hal asing lagi. Lantas apa saja faktor yang melatarbelakanginya? dan bagaimana cara menghentikannya?
 
Irisan Faktor-faktor
 
 
Faktor Kebijakan 
 
Hal yang melatarbelakangi seseorang untuk merokok ialah bagaimana mudahnya ia memperoleh rokok. Rokok ada dimana-mana, mulai dari warung kecil hingga supermarket. Sulit untuk mengurangi peredaran rokok di masyarakat, karena pada kenyataannya dengan dilegalkannya penjualan rokok, negara mendapat cukai yang cukup besar yang dapat menambah pendapatan negara. 
 
Pemerintah telah berusaha mengurangi dan mencegah perilaku merokok dengan membentuk Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Namun peraturan tersebut belum dilaksanakan secara tegas, sehingga masih banyak pedagang yang menjual rokok pada anak dibawah usia 18 tahun yang berakibat pada kenaikan jumlah perokok anak dan kematian menjadi sulit terkendali.
 
Selain itu, masih beredarnya iklan rokok, baik dengan media daring maupun media luar ruang seperti reklame turut meningkatkan konsumsi rokok. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi kesehatan masih tergolong longgar. Dengan demikian, jumlah perokok akan tetap ada atau bahkan bertambah dan berdampak pada banyaknya orang tua yang memerintahkan anaknya untuk membeli rokok di warung kecil.
 
Faktor Individu
 
Kesulitan ekonomi mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mendapatkan pendidikan, yang berdampak pada pola pikir serta pengetahuan dan kesadaran seseorang. Hal tersebut menimbulkan perspektif masyarakat bahwa rokok tidak menyebabkan sakit. Rokok memang tidak langsung membuat seseorang sakit, namun jika dikonsumsi secara terus menerus dapat mengakibatkan bertumpuknya zat berbahaya di dalam tubuh yang akhirnya menyebabkan sakit bahkan kematian. 
 
Perilaku merokok seorang ayah juga berdampak pada anaknya. Jika tidak di edukasi dengan baik, anak akan mengikuti perilaku ayahnya, karena pada dasarnya orang tua adalah contoh bagi anak. Rokok memberikan efek candu dan ketenangan, namun bersifat sesaat yang kemudian dapat mengubah mood seseorang secara drastis. Oleh sebab itu, jika anak atau istri menolak untuk membelikan rokok, maka ayah/suami akan cenderung melampiaskan emosinya.
 
Faktor Sosial Budaya 
 
Lingkungan negatif berpengaruh bagi anak usia dibawah 18 tahun yang dapat terjebak dalam perilaku tidak sehat seperti merokok. Hal tersebut didasari oleh pertemanan anak dan orang tuanya yang merokok, sehingga mereka berpikir bahwa teman dan ayahnya saja merokok, mengapa ia sendiri tidak merokok. 
 
Dilihat dari sisi sosial budaya pun nyatanya terdapat penyebab keluarga mendukung perilaku merokok,seperti budaya patriarki yang masih berkembang di masyarakat. Dimana laki-laki sebagai kepala rumah tangga membuat seorang istri cenderung tidak bisa menolak perintah suaminya untuk membelikan rokok. Selain itu, posisi suami sebagai pencari nafkah dalam keluarga turut memberikan dampak yang besar. Istri tidak bisa menolak, karena uang yang dimiliki istri adalah uang suami.
 
Setelah melihat dari berbagai faktor yang melatarbelakangi keluarga mendukung perilaku merokok, dapat disimpulkan bahwa untuk menghentikan fenomena anak atau istri membelikan rokok untuk ayah atau suami diperlukan keterlibatan dari berbagai pihak. Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah harus mempertegas peraturan melarang menjual rokok untuk anak dibawah usia 18 tahun, membatasi iklan rokok yang masih beredar, dan memberikan edukasi tentang bahaya rokok menggunakan pendekatan keluarga, karena ternyata secara tidak sadar keluarga turut mendukung seseorang menjadi perokok.
 
Sertifikat
Sertifikat kampung English
Piagam 3

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Komentar

0 comments