oleh

Cacar Monyet Ada di Indonesia, Masyarakat Tetap Abai, Mengapa?

-Opini, dibaca 693 x

Oleh:

Mauizhatil Hasanah, Rizka Shafira, Rani Rahmadani

(Peminatan Epidemiologi, Universitas Sriwijaya)

Editor: Anisa Nur Janah
 
 
COVID-19 telah ditetapkan sebagai Global Pandemic oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) sejak tanggal 11 Maret 2020. Dicky Budiman, Pakar Epidemiologi dari Griffith University menyebutkan bahwa saat ini kita sudah memasuki fase transmisi menuju post pandemic atau pasca pandemic. Meski begitu, sampai saat ini penyebaran COVID-19 pun masih belum berakhir, dimana masih ditemukannya sebanyak 1.831 kasus positif baru di Indonesia (6/10/22).
 
Ditanggal 17 Mei 2022, WHO kembali menerima laporan adanya penemuan kasus infeksi menular lainnya yaitu Cacar Monyet (17/5/22) yang ditemukan di Inggris. Kini penyakit tersebut telah menyebar ke berbagai negara. Dan pada 23  Juli 2022, Direktur Jendral WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengumumkan cacar monyet sebagai darurat kesehatan global yang menjadi perhatian internasional.
 
Dengan adanya pengumuman tersebut membuat sebagian orang bertanya-tanya, penyakit seperti apa cacar monyet ini? Apakah sudah ada kasusnya Indonesia? Mengapa masyarakat tampak tak khawatir akan penyakit ini?
 
Kenali Apa Itu Cacar Monyet
 
Menurut WHO, cacar monyet adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus monkeypox. Penyakit ini termasuk penyakit infeksi yang dapat menular dari hewan ke manusia dengan gejala yang muncul seperti demam, badan terasa menggigil, letih, lemas, sakit kepala, serta terjadinya pembengkakan kelenjar getah bening yang dapat diketahui dengan adanya benjolan di leher, ketiak ataupun selangkangan.
 
Sebenarnya, cacar monyet ini adalah penyakit yang sudah lama ada. Dikutip dari Kemenkes, cacar monyet pertama kali ditemukan di Denmark pada tahun 1958 pada koloni kera yang dipelihara untuk penelitian. Pada tahun 1970, cacar monyet pertama kali ditemukan pada manusia di Kongo.
 
Sama halnya dengan Covid-19, virus cacar monyet ini dapat menyebar melalui kontak langsung dengan penderita yang telah mengalami gejala cacar monyet, baik melalui percikan air liur, bersin, maupun batuk. Cacar monyet juga dapat menyebar melalui kontak tidak langsung dengan benda yang telah terkontaminasi virus cacar monyet, seperti permukaan meja yang sudah terkena percikan air liur penderita. Namun, dibandingkan dengan Covid-19 cacar monyet membutuhkan kontak yang lama untuk penularan antar manusia karena cacar monyet baru bisa dikatakan menular setelah fase kedua yaitu fase erupsi. Namun jika baru fase awal dengan gejala demam saja belum tentu bisa menular kepada orang lain. Jadi virus cacar monyet ini menular setelah hari ke-5 atau ke-6 setelah munculnya ruam-ruam atau  cacar di seluruh tubuh.
 
Kasus Cacar Monyet di Indonesia
 
Sabtu (20/8/2022) pukul 17.00 WIB melalui channel youtube dan zoom Kementerian Kesehatan mengumumkan temuan pertama kasus cacar monyet di Indonesia.
 
Berdasarkan hasil konferensi pers ditemukan 1 orang pria berusia 27 tahun asal DKI Jakarta yang sebelumnya melakukan perjalanan ke luar negeri mengalami gejala demam, pembesaran kelenjar limfa, dan terdapat ruam di tangan, kaki dan alat genitalia. Namun pasien kini dalam kondisi baik dan menunjukkan gejala ringan. Dokter menyarankan pasien untuk tidak dirawat di ruang isolasi. Cukup dengan melakukan isolasi mandiri di rumah.
 
KLB Cacar Monyet di Indonesia
 
Kejadian luar biasa merupakan meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah, dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
 
dr. Retno Asti sebagai Epidemiolog Universitas Indonesia mengungkapkan bahwa "Jika terdapat satu saja kasus cacar monyet yang terkonfirmasi, maka daerah kawasan tempat tinggal si pasien cacar monyet otomatis menjadi daerah KLB (Kejadian Luar Biasa)".
 
Kita telah tahu bahwa terdapat satu penemuan kasus terkonfimasi cacar monyet di Indonesia. Tapi mengapa masyarakat tampaknya tak khawatir? Apa faktor yang menyebabkan mereka menjadi abai akan cacar monyet ini?
 
Determinan Sosial Mengapa Masyarakat Mengabaikan Kejadian Cacar Monyet di Indonesia 
 
Faktor Individu
 
Gambar 1: Determinan Penyebab Masyarakat Masih Mengabaikan Kejadian Cacar
 
Berkaca dari penyakit yang muncul sebelumnya yaitu Covid-19, masih banyak masyarakat yang abai terhadap protokol kesehatan. Disamping itu karena cacar monyet merupakan penyakit yang baru muncul di Indonesia bahkan pasien yang terinfeksi sudah dinyatakan sembuh, semakin mendoktrin masyarakat untuk tidak aware terhadap gejala cacar monyet sehingga kebanyakan masyarakat tidak paham dengan virus ini dan mengabaikannya.
 
Minimnya informasi yang diberikan oleh pemerintah serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk mencari tahu informasi mengenai cacar monyet sehingga muncul anggapan bahwa cacar monyet sama seperti cacar lainnya yang setiap individu pasti mengalami cacar, padahal cacar monyet jauh lebih mematikan daripada itu, karena komplikasinya yang parah dapat menyebabkan infeksi kulit, pneumonia, kebingungan dan infeksi mata yang dapat menyebabkan hilangnya penglihatan.
 
Faktor Informasi
 
Minimnya pengetahuan masyarakat tentang kerentanan mereka terhadap virus cacar monyet membuat mereka mengabaikan protokol kesehatan yang seharusnya diterapkan dikarenakan masih banyaknya masyarakat Indonesia yang tidak memiliki gawai membuat informasi tersebut sulit tersampaikan. Pemerintah juga kurang masif dalam  menyebarkan informasi secara langsung.
 
Tak hanya itu, di tengah situasi pandemi yang makin mencengkam, masih banyak informasi hoax yang tengah beredar di masyarakat. Informasi hoax ini membuat masyarakat gelisah. Hal ini kerap disebut dengan infodemi. Tentunya infodemi ini menjadi tantangan tersendiri bagi penanganan cacar monyet di Indonesia.
 
Faktor Sosial Masyarakat
 
WHO mengatakan mayoritas orang yang terinfeksi cacar monyet ini berasal dari kelompok LGBT atau sesama jenis. Dari sini kemudian memicu munculnya stigma negatif dari masyarakat. Masyarakat mungkin saja berpikir bahwa cacar monyet ini adalah penyakit menular seksual yang hanya menyerang kelompok LGBT saja. Sehingga mereka yang bukan kelompok LGBT  akan merasa bahwa mereka akan bebas dari cacar monyet. Padahal kenyataannya, penyakit  ini dapat menginfeksi siapa saja yang melakukan kontak langsung dan tidak langsung dengan  orang yang terinfeksi cacar monyet.
 
Faktor Pelayanan Kesehatan
 
Meningkatnya jumlah kasus cacar monyet di dunia menunjukkan pentingnya pencegahan, deteksi dini, dan respon cepat, dan diagnosis yang tepat dari tenaga kesehatan. Meskipun kasus cacar monyet di Indonesia masih sangat sedikit, tenaga kesehatan haruslah memiliki pengetahuan dan kesiapan akan penyakit ini agar dapat dengan cepat mengidentifikasi, mendiagnosis, mengelola, dan menangani kasus positif cacar monyet agar dapat mencegah penularan lebih lanjut.
 
Kurangnya kapasitas tenaga kesehatan terkait penyakit cacar monyet seperti kurangnya pengetahuan bisa saja berdampak pada respon diagnosis yang lama dan tidak tepat yang kemudian bisa berakibat pada kesalahan identifikasi dan penanganan individu yang terinfeksi sehingga dapat menghambat upaya pencegahan penularan penyakit ini dan akan menimbulkan kasus infeksi baru.
 
Faktor Pemangku Kebijakan
 
Sampai saat ini kasus cacar monyet di Indonesia masih terbilang sangat sedikit, dan  nampaknya masih belum ada upaya yang lebih terpadu dan merata untuk mencegah adanya penularan virus ini. Salah satu contohnya adalah ketersediaan vaksin cacar monyet yang terbatas bagi masyarakat.
 
Sebelumnya, dalam konferensi pers yang dilakukan pada Sabtu (20/8/2022), dr. Mohammad Syahril, Juru Bicara Kementerian Kesehatan menyampaikan bahwa pemerintah akan memberikan 10.000 dosis vaksin untuk mengatasi penyakit cacar monyet. Namun, vaksin ini tidak berikan secara merata kepada masyarakat melainkan hanya untuk kelompok-kelompok yang berisiko tinggi saja, seperti orang yang melakukan kontak erat dengan penderita cacar monyet serta tenaga kesehatan.
 
Hal ini menjadi salah satu faktor mengapa masyarakat abai akan cacar monyet. Mereka akan berpikir, jika mereka tidak mendapatkan vaksin berarti tandanya mereka tidak memiliki risiko tertular cacar monyet. 
 
Pelajaran Yang Dapat Dipetik
 
Masyarakat dihimbau untuk tidak panik dalam menghadapi virus cacar monyet karena hal pertama yang memungkinkan seseorang terjangkit penyakit adalah kepanikan dalam menghadapi penyakit tersebut. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI, Maxi Rein Rondonuwu, mengungkapkan bahwa pasien pertama cacar monyet di Indonesia sudah sembuh dan hasil PCR-nya dinyatakan negatif.
 
Namun, meskipun kini sudah tidak ada pasien positif cacar monyet di Indonesia, masyarakat diharapkan untuk tidak abai dan tetap meningkatkan kewaspadaan atas segala kemungkinan yang akan terjadi dengan tetap menjaga kebersihan dan patuh akan protokol kesehatan. Masyarakat juga diharapkan dapat meningkatkan kesadarannya untuk mencari tahu informasi mengenai cacar monyet agar tidak termakan oleh berita-berita hoax yang ada.
 
Selain itu, baik tenaga kesehatan maupun pemangku kebijakan juga harus menyiapkan berbagai upaya yang lebih terpadu dan merata untuk mencegah dan mengatasi penularan virus ini serta lebih gencar dalam memberikan informasi terkait cacar monyet agar masyarakat dapat lebih waspada kedepannya.
 
Sertifikat
Sertifikat kampung English
Piagam 3

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Komentar

0 comments