oleh

Problematika Perilaku Berisiko Pada Anak buah kapal/ABK

-Opini, dibaca 403 x

Opini Mahasiswa: Vera Susanti, SKM

(Mahasiswa Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya)
verasusanti986@gmail.com
 
 
Kehidupan para anak buah kapal (ABK) Tahun 2015 di Benjina Kepuluan Aru, Maluku, cukup keras. Mereka hidup di dalam kapal berbulan-bulan, melakukan seks berisiko, hingga kerap berselisih tegang sesama ABK.

Cerita ini disampaikan oleh dua dokter yang bertugas di Benjina, keduanya bekerja di klinik PT X dan kerap menangani pasien ABK. "Pasien mereka tangani biasanya yang mabuk berat, berkelahi antar ABK, ada juga yang penyakit kelamin," menurut salah satu dokter yang bertugas (detikNews).
 
Tahukah Anda bagaimana cerita dibalik profesi seorang ABK yang rentan dan berisiko dengan penyakit yang dapat mematikan? Apa penyakit itu? “HIV-AIDS”. Pada kesempatan kali ini, penulis akan mengupas dan menyelami problematika perilaku berisiko HIV pada populasi berisiko tinggi (High Risk Men) yaitu anak buah kapal (ABK).   
     
Epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) secara global masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dengan perilaku berisiko sebagai salah satu penularannya, terutama perilaku seksual pada kelompok berisiko. Infeksi yang disebabkan oleh HIV dapat dengan cepat berkembang menjadi penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang menular bahkan mematikan jika tidak mengakses pengobatan. 
 
Anak Buah Kapal (ABK) yang merupakan salah satu komponen dalam komunitas pelabuhan adalah sasaran yang berisiko cukup tinggi untuk tertular HIV/AIDS, karena kemungkinan menggunakan jasa pekerja seksual. Menurut laporan surveilans terpadu biologis dan perilaku (STBP) Tahun 2015 menunjukkan bahwa prevalensi HIV pada kelompok ABK sebesar 0,33%. 
 
Selain itu berdasarkan laporan hasil skrining HIV pada ABK di Kota Palembang Tahun 2020 ditemukan hasil reaktif HIV sebanyak 2 orang dari target skrining HIV sebanyak 600 orang/tahun yang diperiksa (KKP Kelas II Palembang). Dengan masih terjangkitnya kasus HIV pada pria berisiko tinggi yaitu ABK, Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi bahkan memutus risiko penularan HIV-AIDS? dan Bagaimana bila penyakit menular tersebut menular ke keluarga yakni istri dan anaknya?
 
Kecepatan penularan HIV-AIDS diakibatkan oleh salah satu penularannya yaitu perilaku seksual yang berisiko pada populasi kunci atau populasi berisiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS. Populasi kelompok pria dewasa yang berisiko tinggi (high-risk men) tertular HIV pada umumnya adalah pria yang berpotensi sebagai pelanggan penjaja seks yakni tenaga kerja bongkar muat, buruh pelaut/anak buah kapal (ABK) dan sopir truk dimana mereka bekerja dengan mobilitas pekerjaan yang tinggi, tempat bekerja yang tidak menetap karena mengikuti rute perjalanan kapal yang kadang berlangsung dalam waktu yang lama. 
 
Perilaku seksual berisiko pada kelompok pria risiko tinggi (RISTI) didapatkan sebagian besar melakukan hubungan seks dengan pasangan tetapnya namun kelompok tersebut masih melakukan seks dengan yang bukan pasangan tetap/resminya dan tidak menggunakan alat kontrasepsi/kondom.
 
Di sekitar pulau, dokter yang bertugas disana menyebut ada 'lokalisasi' tempat para ABK melampiaskan hasrat seksual setelah berbulan-bulan melaut. "Mereka ada yang tidak sadar memakai kondom. Sehingga terjadi penyakit kelamin itu, padahal sudah kita kampanyekan," tambahnya. Belum lagi, perilaku seks bebas para ABK tidak hanya dari Indonesia, tetapi dari negara lainnya seperti ABK dari Thailand, Myanmar dan Kamboja.
 
Selain itu dokter tersebut kerap mendengar cerita yang miris tentang perilaku seks para ABK. Dia kerap mendapat temuan dugaan penderita HIV, namun penanganannya selalu diserahkan pada pihak berwenang di Tual atau Ambon.
 
Masih begitu mirisnya kehidupan perilaku berisiko ABK terhadap HIV-AIDS sehingga pemantauan dan penanganan pada kelompok tersebut perlu perhatian khusus agar penularan HIV-AIDS dan penyakit infeksi menular seksual (IMS) lainnya tidak menularkan atau menjangkit kepada orang-orang terdekat seperti keluarga mereka yang tidak mengetahui apa-apa mengenai bagaimana perilaku berisiko kehidupan para anak buah kapal (ABK) saat bekerja. 
 
Selain itu pencegahan dan promotif lintas sektor tentunya berperan penting guna membangun dan membentuk kerangka pikir, meningkatkan kesadaran dan perilaku baik ABK agar terhindar dari risiko bahaya penyakit menular seksual, termasuk HIV-AIDS, contohnya dengan promosi kesehatan dan edukasi melalui media massa atau jaringan virtual mengenai persepsi risiko, pencegahan penularan dengan penggunaan kontrasepsi/kondom, kesadaran terhadap pemeriksaan dan pengobatan HIV-AIDS serta meningkatkan upaya  “jemput bola” untuk pemeriksaan HIV pada kelompok ABK.
 
 Ada sebuah pepatah lama berkata “Mencegah Jauh Lebih Baik daripada Mengobati”, HIV-AIDS tidak memiliki batasan oleh karena itu jika Anda sayang dengan diri dan keluarga Anda maka jagalah diri Anda dan keluarga Anda dari risiko penularan HIV-AIDS. And the last but not least “Jadikanlah suara Anda senjata ampuh untuk menciptakan bumi yang indah, tanpa HIV-AIDS”.
 
Sertifikat
Sertifikat kampung English
Piagam 3

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Komentar

0 comments