Oleh: Dedis Oktaviani, Fitria Ramadhani, dan Rahayu Azzahra
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Unsri (Peminatan Epidemiologi)
Email: rahayuazzahra782@gmail.com

Sumber Gambar : halodoc.com
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan jumlah pengidap obesitas di dunia menyentuh angka 650 juta, sementara pada anak dan remaja usia 5-19 tahun yang mengalami kegemukan sebanyak 340 juta. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga mengungkapkan bahwa kegemukan pada remaja usia 16-18 tahun mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebesar 1,4% menjadi 7.3% pada tahun 2013.
Obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi dengan energi yang digunakan dalam waktu lama. Obesitas memberi dampak buruk bagi sistem metabolisme tubuh sehingga meningkatkan risiko penyakit lainnya, seperti penyakit jantung, stroke, dan diabetes. Dampak lainnya yaitu pemburukan penyakit asma, radang sendi kronis/osteoarthritis dilutut, pembentukan batu empedu, Sleep Apnoea (henti nafas saat tidur), dan Low Back Pain (nyeri pinggang). Bagaimana kejadian Obesitas pada Pandemi COVID-19 dan kaitannya dengan nyeri leher dan pinggang?
Pandemi dan Resiko Obesitas
Saat ini seluruh negara di dunia termasuk Indonesia, masih dilanda pandemi. Hingga saat ini pemerintah terus berupaya untuk memutus penyebaran virus dengan menerapkan berbagai kebijakan, dari PSBB hingga PPKM. Pada kondisi seperti ini tentunya mengakibatkan banyaknya perubahan terutama pada gaya hidup remaja salah satunya perubahan pola makan.
Menurut Badan Kesehatan Dunia atau WHO, masa remaja adalah periode kehidupan pada usia 10 sampai 19 tahun. Pada masa ini, remaja merasa lebih leluasa dan bertanggung jawab dalam menentukan makanan yang mereka inginkan tanpa harus ditentukan oleh orang tua. Meskipun demikian, remaja membutuhkan nutrisi tambahan untuk mendukung pertumbuhan tulang, perubahan hormonal, dan perkembangan organ serta jaringan, termasuk otak, sehinga perlu menerapkan pola makan yang sehat.
Namun, kondisi pandemi menyebabkan para remaja lebih memanfaatkan layanan online untuk memenuhi kebutuhan makanan dan cenderung lebih memilih makanan yang praktis dan tidak sehat, salah satunya street food.
Apa itu Street food?
Street food (jajanan pasar) merupakan makanan dan minuman siap saji yang dijual oleh para pedagang terutama di pinggir jalanan, pasar dan tempat-tempat umum lainnya. Berbagai macam jenis street food dengan bervariasi harga, dan sangat menarik untuk dicoba. Seiring berjalannya waktu variasi dari street food kini semakin beragam dan jadi viral di media sosial.
Namun, ada bahaya yang mengancam dari banyaknya konsumsi street food. Makanan ini sering kali mengandung banyak unsur karbohidrat dan sedikit mengandung protein, vitamin ataupun mineral. Biasanya street food juga tinggi akan lemak, gula, dan sodium. Jika dikonsumsi secara terus-menerus akan meningkatkan asupan lemak dan kadar gula dalam tubuh. Sehingga berisiko mengalami masalah gizi, salah satunya obesitas.
Social Determinant kejadian obesitas saat Pandemi

Faktor Lingkungan
Kondisi pandemi saat ini mengharuskan adanya pembatasan aktivitas diluar dan menganjurkan untuk lebih banyak beraktivitas di dalam rumah. Secara tidak langsung hal ini membuat waktu bermain gadget dan kebiasaan mengkonsumsi makanan meningkat, akibatnya terjadi peningkatan pasien obesitas. Dalam lingkup yang luas seperti di perkotaan perubahan gaya hidup menjadi “suka jajan” mulai massif sejak maraknya influencer yang mengkampanyekan "jajanan viral", tanpa mempertimbangkan aspek kesehatan.
Faktor Individu
Perilaku seorang remaja dalam membeli street food dipengaruhi oleh banyak/sedikitnya pengetahuan dan kesadaran mereka terhadap pemilihan makanan yang sehat, aman, dan bergizi serta pola makan sehat. Mayoritas orang dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi, cenderung mendapatkan akses informasi lebih banyak, termasuk dalam pemilihan makanan yang sehat dan aman. Secara informal seseorang juga bias memperoleh banyak informasi lewat media sosial, televisi, surat kabar, dan sebagainya.
Obesitas juga terjadi karena aktivitas fisik yang rendah. Selama pandemi , aktivitas fisik menjadi berkurang, padahal apabila pemasukan energi dalam jumlah besar tanpa diimbangi aktifitas fisik akan menyebabkan remaja mudah mengalami kegemukan yang berakhir pada obesitas.
Faktor Sosial Ekonomi
Prevalensi kegemukan terjadi disemua level status sosial ekonomi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Kencana dan Nurillah, 2014). Tingkat pendapatan orang tua dapat berpengaruh pada kemampuan mencukupi kebutuhan, pemilihan jenis dan jumlah makanan, serta gaya hidup anak. Namun, pendapatan tinggi tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan makanan yang sehat.
Seseorang dengan ekonomi tinggi cenderung menuruti kemauan atau keinginannya, misalnya membeli makanan street food yang mengandung banyak kalori, gula, dan berlemak. Adapun kalangan remaja yang rentan mengalami stress akibat padatnya kegiatan pembelajaran cenderung mengonsumsi makanan lebih banyak.
Bagaimana Cara Mencegah Obesitas pada Remaja Selama Pandemi?
Tidak bisa dipungkiri bahwa dimasa pandemi saat ini, banyak aktivitas yang mengharuskan kita di rumah saja termasuk kegiatan pembelajaran. Kegiatan di rumah saja bisa menjadi faktor terjadinya masalah kesehatan pada remaja salah satunya yaitu obesitas. Agar obesitas tidak memicu timbulnya masalah kesehatan yang lain, maka diperlukan upaya pencegahan sedini mungkin.
Pertama, banyak upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah obesitas pada remaja, salah satunya menjaga pola makan sehat dengan rutin mengkonsumsi buah dan sayur. Bila bosan dapat dibuat kreasi berupa puding buah, jus atau salad.
Kedua, cobalah untuk menghindari makanan berlemak tinggi seperti gorengan, kentang goreng, dan berbagai macam street food. Dianjurkan makan secara teratur 3 kali sehari (pagi, siang, malam) dengan porsi secukupnya, dan hindari kebiasaan telat makan karena hal ini akan memicu nafsu makan yang dapat membuat porsi makan bertambah.
Ketiga, selain mengatur pola makan, cara mengatasi obesitas lainnya adalah dengan rutin melakukan aktivitas fisik. Lakukanlah aktivitas fisik kurang lebih selama 30 menit. Aktivitas fisik dapat meliputi kegiatan seperti menyapu, mengepel, atau sekedar berjalan kaki.
Keempat, di tengah jadwal pembelajaran online yang padat luangkan waktu untuk melakukan peregangan setiap dua jam sekali selama 10-60 detik. Beberapa aktifivitas diatas penting dilakukan guna meningkatkan kebugaran jasmani, dan mempertahankan berat badan.
Pada akhirnya, upaya pencegahan obesitas pada remaja pada masa pandemi saat ini juga membutuhkan peran keluarga. Hal ini dapat dilakukan dengan memotivasi dan memantau perkembangan remaja, serta memenuhi kebutuhan gizi seimbangnya. Dengan adanya peran keluarga remaja akan lebih semangat untuk menerapkan pola hidup yang lebih sehat guna mencegah terjadinya obesitas.
Editor: Nurmalia Ermi, Najmah, dan Karni
Komentar