Oleh: Muhammad Ridhwan Anshori, Putri Tatya Bulan Siregar, dan Ria Retta Banjar Nahor
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya (Peminatan Epidemiologi)
Email: mridhwan.anshori@gmail.com
Sumber foto: metrotvnews.com
Sejak pemerintah mengumumkan kasus pertama pasien Covid-19, berbagai cara telah dilakukan untuk mencegah dan menurunkan angka penularan Covid-19. Namun, di lain sisi pemerintah tidak bisa mengesampingkan penanganan kasus malaria yang sudah berstatus endemik di beberapa daerah. Menurut direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik (P2PTVZ), dr. Drh. Didik Budijanto, M.Kes, angka kasus malaria dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2020 mengalami penurunan.
Adapun upaya penanganan malaria di masa pandemi Covid-19 sebagai berikut:
a. Diagnosa malaria menggunakan mikroskop dan diagnosis cepat (RDT/Rapid Diagnostic Test)
b. Pengobatan malaria dengan terapi kombinasi dan sudah terkonfirmasi laboratorium
c. Pencegahan penularan melalui manajemen vektor terpadu
d. Pelibatan masyarakat melalui Participatory Learning and Action (PLA)
e. Pelibatan lintas sektor dan program dalam pengendalian malaria
f. Menggunakan alat pelindung diri (APD) dan menerapkan standar protokol pencegahan penularan Covid-19
g. Mengupayakan jaga jarak dalam menjalankan aktivitas
h. Memberi pelayanan dalam kondisi sehat
Kenapa ada eliminasi malaria? dan seberapa menakutkan malaria ini?
Malaria merupakan infeksi yang diakibatkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah manusia. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dan menyerang eritrosit kemudian ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, serta munculnya gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa. Salah satu daerah endemik malaria di Indonesia adalah Kota Lubuklinggau.
Sumber foto: sumsel.tribunnews.com
Bertepatan dengan Hari Malaria Sedunia pada 25 April 2021, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, menyerahkan sertifikat Eliminasi Malaria kepada Walikota Lubuklinggau, H. SN Prana Putra Sohe. Eliminasi malaria merupakan upaya untuk menghentikan penularan malaria di suatu wilayah tertentu seperti kabupaten/kota dan provinsi.
Untuk mencapai eliminasi malaria, pemerintah telah menerbitkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 293/Menkes/SK/IV/2009 tentang eliminasi malaria di Indonesia yang akan dicapai secara bertahap selambat-lambatnya pada tahun 2030 dan SK Menkes Nomor: 131/Menkes/III/2012 tentang Forum Nasional Gerakan Berantas Kembali Malaria (Genra Malaria) yang salah satu komisinya adalah Komisi Malaria.
Adapun syarat eliminasi malaria tingkat regional sebagai berikut:
1. Tiap-tiap wilayah harus dapat membuktikan bahwa wilayahnya telah terbebas dari penularan lokal atau kasus indigenous malaria dalam tiga tahun terakhir. Kasus indigenous merupakan suatu penyakit yang ditemukan pada daerah tertentu.
2. Ada sistem yang baik guna memastikan atau menjamin tidak ada penularan kembali.
3. Tingkat kepositifan atau positivity rate kurang dari 5%. Positivity rate adalah angka yang menunjukkan seberapa besar orang terinfeksi suatu penyakit di dalam sebuah populasi.
4. Jumlah penderita malaria atau API kurang dari 1 per 1.000 penduduk.
Kenapa Kota Lubuklinggau bisa mengeliminasi, yang sebenarnya kota tersebut termasuk daerah endemik malaria?
Sebelum dinyatakan bebas dari malaria Kota Lubuklinggau merupakan salah satu kota yang masuk ke dalam kategori endemis dengan dua indikator diantaranya Annual Malaria Incidence (AMI) dan Annual Parasite Incidence (API).
Diketahui bahwa jumlah kasus AMI dan API secara berurutan dari tahun 2010-2012 mengalami peningkatan yang cukup drastis. Pada tahun 2013 Annual Parasite Incidence (API) di Kota Lubuklinggau mencapai 1,58 per 1000 penduduk (Dinkes Kota Lubuk Linggau, 2013). Sedangkan angka prevalensi malaria di Sumatera mencapai 0,24%.
Faktor Determinan Sosial
Irisan-Irisan Faktor Determinan Sosial
Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan determinan sosial dalam penanggulangan malaria di masa pandemi Covid-19, khususnya di Kota Lubuklinggau antara lain:
â— Faktor Individu
Penerapan pola hidup bersih dan sehat, hal ini berkaitan dengan perilaku masyarakat dalam pencegahan malaria dimulai dari sumber hingga gigitan nyamuk tersebut serta penerapan PHBS yang dilakukan di masyarakat di masa pandemi Covid-19. Banyak individu yang mulai sadar serta kepatuhan masyarakat kepada aturan dan program-program pengendalian dan pencegahan malaria dan Covid-19.
Selain PHBS, kebiasaan penggunaan obat nyamuk dan kelambu sangat berkaitan. Hal ini dapat menghindarkan serta mencegah terpaparnya gigitan nyamuk, khususnya nyamuk yang membawa parasit yang membuat korbannya terkena penyakit malaria.
Ditambah dengan adanya peraturan PPKM di masa pandemi Covid-19, hal ini membuat kegiatan masyarakat di luar rumah khususnya di malam hari menjadi sangat terbatas, sehingga banyak masyarakat yang memilih untuk menetap di dalam rumah pada malam hari.
â— Faktor Keluarga
Kebiasaan dalam penggunaan kelambu yang berinsektisida. Dalam sebuah analisis yang berdasarkan Riskesdas tahun 2018, Kota Lubuklinggau menempati urutan pertama dalam kepatuhan serta kebiasaan menggunakan kelambu yang berinsektisida. Selain itu, masyarakat Sumatera Selatan melindungi diri dari hisapan nyamuk yaitu dengan menggunakan alat pembasmi nyamuk/raket nyamuk/elektrik.
â— Faktor Lingkungan
Kondisi fisik lingkungan yang baik dari kondisi lingkungan rumah yang bersih dan tidak berisiko menjadi tempat berkembangbiak nyamuk berupa genangan air dan memiliki rumah dengan dinding yang kedap nyamuk
â— Social and Community Networks
Kondisi sosial dalam peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi dalam pencegahan penularan malaria. Selain itu, Stigma negatif tentang penyakit Covid-19 yang dapat menyebabkan penyintas penyakit tersebut mengalami penurunan imunitas, sehingga penyakit lain dapat menjangkit pasien tersebut. Terutama pada masyarakat yang tinggal di daerah endemis seperti Kota Lubuklinggau. Hal ini menyebabkan banyaknya pasien dengan kasus Covid-19 serta penyakit lainnya terkhusus malaria.
â— Faktor Layanan Kesehatan
Upaya pengendalian malaria mulai dari penemuan kasus, pemeriksaan laboratorium, pengobatan, dan pengendalian vektor. pelayanan kesehatan di Kota Lubuklinggau memiliki 3 fasilitas yaitu Kartu Linggau Bisa Sehat (KLBS), Mobil Clinic Center, Dana Pendamping. 3 fasilitas tersebut memberikan kemudahan masyarakat dalam menjalani perawatan terhadap suatu penyakit, khususnya malaria.
Pada masa pandemi, semua layanan akan memberikan pelayanan terbaiknya seperti layanan laboratorium yang tetap akan menerima pasien non-covid-19. selain itu, fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan pun saat ini juga menyediakan nomor WhatsApp yang bisa dihubungi peserta JKN-KIS. Terdapat pelaksanaan fogging pada area hidup vektor yang dilakukan oleh pelayanan kesehatan setempat dan penyemprotan Repellent dan Larvasida.
Pelajaran yang dapat dipetik
Selama pandemi Covid-19, masyarakat diminta untuk tetap berada dirumah, akan ada banyak pekerjaan yang dilakukan dirumah. Sehingga, pemerintah perlu memperhatikan hal lain selain virus tersebut, salah satunya yaitu malaria. Malaria merupakan penyakit akut, yang dimana jika terpapar penyakit tersebut dan tidak segera untuk diberikan pengobatan maka akan membuat korban tersebut semakin parah serta dapat berakibat fatal pada kematian.
Indonesia memiliki banyak daerah yang berstatus endemi terhadap penyakit tersebut, hal ini yang membuat pemerintah tidak boleh lengah dalam memperhatikan penyakit ini. Namun, beberapa di Indonesia berhasil mengeliminasi status tersebut, bahkan dimasa pandemi Covid-19. Salah satunya yaitu Kota Lubuklinggau.
Terdapat banyak faktor yang membuat Kota Lubuklinggau berhasil mengeliminasi penyakit tersebut. Dari faktor individu hingga faktor pelayanan kesehatan, memberikan gambaran bahwa malaria dapat dihilangkan serta dicegah dengan adanya kerja sama antara individu, masyarakat, pelayanan publik, hingga pembuat kebijakan. kebiasaan yang dilakukan masyarakat untuk selalu menerapkan protokol kesehatan selama masa pandemi ini, memberikan dampak baik dalam penurunan angka kasus malaria.
Oleh karena itu, sepatutnya kita untuk selalu menjaga kesehatan diri dan lingkungan serta menerapkan protokol kesehatan baik tidak sedang pandemi maupun sedang pandemi terhadap suatu penyakit.
Editor: Nurmalia Ermi dan Karni
Komentar