Oleh: Annis Mahmudah, Desy Rahma Fitriyanti, dan Dinda Rozika Meilita
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Unsri (Peminatan Epidemiologi)
Email: rozikadinda7@gmail.com
Pandemi Covid-19 adalah pandemi berdimensi multisektor (Bio Psiko Sosial Spiritual) yang menyebabkan ketakutan dan kegelisahan. Menghadapi pandemi Covid-19 membutuhkan pemikiran yang jernih, dimana di awal terjadinya pandemi telah terjadi fenomena yang disebut “badai nalar” yang membuat manusia menjadi kebingungan dan kehilangan arah.
Hal ini atas landasan menurut Dr. dr. Fidiansjah, Sp.KJ.,MPH dalam penelitian Fiorillo dan Gorwood (2020). Selain itu, literatur menjelaskan bahwa pada aktivitas seperti karantina, isolasi mandiri, dan menjaga jarak mempunyai efek terhadap kesehatan psikologis seseorang serta memunculkan reaksi seseorang terhadap pandemi itu sendiri.
Kasus kematian ibu dikabarkan terus mengalami peningkatan selama pandemi, terutama kematian akibat infeksi Covid-19. Dilansir dari laman website Channel News Asia (24/8), berdasarkan data dari Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), sekitar 18 persen kematian ibu disebabkan oleh virus Corona dari total kematian ibu di seluruh Indonesia sejak adanya pandemi. Sementara itu, dikutip dari Kompas.id, Ketua POGI Cabang Sumsel, Yusuf Effendi, mengatakan bahwa berdasarkan kajian Kementerian Kesehatan, risiko kematian pada ibu hamil di masa pandemi ini meningkat sampai 10 kali lipat. Hal ini juga terasa di Sumsel dengan kematian ibu hamil meningkat hingga tiga kali lipat.
Pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik saja, melainkan dapat memberi pengaruh pula terhadap kesehatan mental. Salah satu kelompok penduduk yang berisiko dalam hal ini adalah ibu hamil. Tidak menutup kemungkinan ibu hamil rentan mengalami gangguan mental (mental disorders).
Mappa, et al. (2020) dalam penelitiannya yang berjudul Effects of Coronavirus 19 Pandemic On Maternal Anxiety During Pregnancy menyatakan bahwa wanita hamil memiliki dampak psikologis yang lebih besar serta kecemasan yang lebih tinggi terhadap wabah COVID-19.
Hal-hal yang dapat memicu ibu hamil mengalami gangguan mental meliputi kehamilan pada usia remaja, pengalaman mengalami trauma fisik, emosi ataupun kekerasan seksual, riwayat ketergantungan obat termasuk perilaku merokok, kurangnya dukungan sosial, menjadi orang tua tunggal saat hamil, memiliki tingkat sosio-ekonomi rendah, pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga, pengobatan depresi yang tidak tuntas, mengalami kesulitan finansial, dan memiliki pemikiran yang bertentangan akan kehamilannya.
Timbulnya pengaruh COVID-19 yang dapat memicu terjadinya mental disorders pada ibu hamil dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor individu (individual factors), faktor keluarga (familiy factors), faktor sosial masyarakat (social community network), sosial ekonomi, budaya, serta kondisi lingkungan.

Gambar 1. Irisan-irisan determinan sosial pengaruh COVID-19 terhadap kesehatan mental ibu hamil (dikembangkan oleh Annis Mahmudah, Desy Rahma Fitriyanti dan Dinda Rozika Meilita, 2021)
Faktor Individu (Individual Factors)
Covid-19 memberikan multiple stress pada kehidupan masyarakat. Ibu hamil memiliki tingkat kekhawatiran dan kecemasan yang cukup tinggi mulai dari kekhawatiran akan bayi yang dikandung tertular Covid-19, khawatir akan meninggal dan kehilangan anggota keluarga serta teman hingga stress akibat suami yang terkena PHK dan mengalami penurunan pendapatan. Di sisi lain, laporan media yang secara konstan memberitakan tentang angka serta keadaan yang sakit dan meninggal menambah rasa takut dan stress bagi ibu hamil.
Merasa cemas dan bingung merupakan hal yang wajar bagi seseorang yang menjalani kehamilan atau ketika segera akan melahirkan. Namun sumber stress tersebut dapat meningkatkan risiko ibu hamil untuk mengalami masalah kesehatan mental, seperti depresi dan gangguan psikologis. Masalah kesehatan mental pada ibu hamil juga dapat bertahan hingga beberapa waktu setelah melahirkan. Tidak hanya itu, masalah kesehatan mental yang lebih ringan seperti gangguan mood dan merasa cemas, bisa menjadi lebih serius pada waktu tersebut. Akibatnya, hal tersebut tidak hanya mempengaruhi kesehatan mental dan fisik seorang ibu pasca melahirkan, namun juga dapat mengganggu kedekatan antara ibu dan bayi yang baru lahir.
Faktor Keluarga (Family Factors)
Pengaruh tekanan dari keluarga juga menjadi faktor yang memicu kesehatan mental ibu hamil. Komnas Perempuan melaporkan bahwa kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi kasus kekerasan yang paling banyak dilaporkan. Terdapat 319 kasus kekerasan yang telah dilaporkan semasa pandemi. Dua pertiga dari angka tersebut merupakan kasus KDRT dan sebagian besar korbannya adalah perempuan. Sebuah kajian dari Komnas Perempuan menemukan bahwa saat masa pandemi, perempuan di Indonesia menghabiskan waktu lebih dari 3 jam untuk melakukan tugas rumah tangga, 4 kali lebih banyak dibandingkan laki-laki. Kemudian, ketika perempuan tidak mampu memenuhi tugasnya dengan baik, mereka menjadi lebih rentan menjadi target tindak kekerasan.
Faktor Sosial Masyarakat (Social Community Network)
Adanya stigma negatif oleh masyarakat menambah kecemasan dan kekhawatiran bagi ibu hamil. Pasalnya ada rasa ketakutan besar seorang ibu ketika dikelilingi orang-orang yang terpapar Covid-19 yang berujung pada nyawa yang hilang. Kerentanan ibu hamil untuk terinfeksi virus tersebut justru semakin meningkatkan risiko kesehatan berupa kecemasan (anxiety) bagi ibu hamil, belum lagi jika ibu hamil yang positif Covid-19 menunjukkan gejala yang serius. Rasa cemas atau khawatir ini timbul seiring dengan perubahan lingkungan yang termasuk pada zona merah serta perubahan lingkungan peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maupun Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Faktor Sosial Ekonomi, Budaya dan Kondisi Lingkungan (Social Economic, Cultural, Enviromental Condition)
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa perawatan kesehatan yang ketat selama pandemi akan berdampak pada pemanfaatan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan reproduksi. Nyatanya, beberapa kendala dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan dialami oleh ibu hamil selama pandemi ini. Misalnya, pemeriksaan kehamilan yang seharusnya dilakukan secara rutin. Pemeriksaan selama kehamilan mengalami penurunan secara signifikan. Keterbatasan dalam mengakses pelayanan kesehatan membuat ibu hamil sulit mendapatkan beberapa pelayanan seperti konseling, mentoring pemeriksaaan hemoglobin, deteksi dini risiko tinggi serta pemberian tablet Fe secara teratur. Pembatasan akses pelayanan kesehatan ini dilakukan karena mengingat ibu hamil adalah kelompok yang rentan untuk tertular Covid-19.
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
Pencegahan dan pengendalian yang tepat sangat diperlukan dalam kasus ini. Upaya yang bisa dilakukan selama pandemi ialah dengan meningkatkan pemeriksaan kehamilan ibu walaupun secara online melalui platform kesehatan digital atau chat personal dengan dokter, maupun menjadwalkan kunjungan ke pelayanan kesehatan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Disamping itu, adanya penggalakkan vaksinasi menjadi langkah utama dalam pencegahan ibu hamil tertular Covid-19.
Setelah Kementerian Kesehatan memberikan keputusan terhadap kebijakan pada 2 Agustus 2021 untuk memperbolehkan vaksinasi dilakukan terhadap ibu hamil, maka penyelenggaraannya kian dioptimalkan dengan kriteria tertentu. Vaksinasi pada ibu hamil di Sumatera Selatan mulai dilakukan pada Kamis (19/8/2021). Adapun beberapa syarat ibu hamil dibolehkan vaksin yaitu saat usia kandungan minimal 13 minggu dan maksimal 33 minggu atau trimester kedua dan jenis vaksinnya Sinovac, Moderna atau Pfizer.
Sementara untuk alurnya, sebelum divaksin harus dilakukan USG (ultrasonografi) untuk memastikan kesehatan kandungannya dan setelah divaksin ibu hamil tersebut menunggu sekitar 15 menit baru dilakukan USG kembali agar mengurangi permasalahan yang timbul pasca vaksin dan memastikan aman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketua POGI Sumsel yang terdapat dalam laman AntaraNews, Kamis (19/8).
Selain vaksinasi, dukungan keluarga atau orang terdekat juga diperlukan untuk mengendalikan kecemasan ataupun gangguan psikis lainnya yang berlebih bagi ibu hamil agar kesehatan mentalnya tetap terjaga. Lebih baik lagi jika selama pandemi ini program kehamilan ditunda sementara waktu untuk menghindari risiko yang terjadi ke depannya.
Editor: Nurmalia Ermi, Najmah dan Karni
Komentar